Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB terus berupaya menjaga laju inflasi daerah agar tetap terkendali di rentang angka yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat tahun 2024 yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen. Angka inflasi NTB bulan Juli 2024 yang sebesar 1,91 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,71 persen. Angka Inflasi Provinsi NTB masih terkendali dan lebih rendah dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,13 persen.
Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB H. Wirajaya Kusuma MH mengatakan, berdasarkan hasil Rapat Korrdinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi yang berlangsung secara hibrid Senin, 12 Agustus 2024, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indeks Perkembangan Harga (IPH) Provinsi NTB di minggu kedua bulan Agustus 2024 sebesar 0,23 persen.
Pemda Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menjadi kabupaten dengan IPH tertinggi sebesar 3,17. Persentase IPH ini tak hanya tinggi di tingkat NTB namun tinggi secara nasional. Mengingat IPH ini dijadikan sabagai proxy untuk memproyeksikan angka inflasi bulan mendatang, sehingga Biro Perekonomian Setda NTB langsung melakukan koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) 10 kabupaten/kota termasuk KSB.
“Oleh karenanya saya langsung koordinasi dengan TPID Kabupaten Sumbawa Barat dan teman-teman TPID kabupaten/Kota se NTB untuk mengambil langkah tepat dan kongkret untuk mengantisipasi kenaikan harga berbagai komoditas bahan pokok strategis masyarakat, khususnya komoditas yang berkontribusi terhadap kenaikan IPH menjadi atensi seperti beras, cabai rawit dan cabai merah,” kata Wirajaya Kusuma kepada Suara NTB, Senin, 12 Agustus 2024.
Wirajaya mengaku pihaknya terus mencermati aspek ketersediaan stok dan keterjangkauan harga komoditas yang dibutuhkan masyarakat. Biro Perekonomian dan TPID berupaya menganalisa apa yang menyebabkan terjadi kenaikan harga berbagai komoditas tersebut.
Oleh karenya itu, menjadi sangat penting pisau analisis yang diterapkan yaitu bagaimana penerapan strategi 4 K meliputi ketersediaan stok, kelancaran distribusi rantai pasok, keterjangkauan harga dan komunikasi yang efektif).
“Sehingga kita harapkan kedepan angka inflasi di NTB tetap terkendali sesuai dengan target nasional yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Tomsi Tohir dalam Rakor Pengendalian Inflasi mengatakan, ada sejumlah kabupaten/kota di Indonesia yang harga komoditasnya naik, namun tetangga sebelahnya tidak naik. Sehingga hal inilah yang perlu dicermati dan dicarikan jalan keluarnya oleh kepala daerah bersama perangkat daerahnya.
Misalnya di KSB, sejumlah komoditas yang terpantau naik seperti beras, cabai rawit dan cabai merah. Indeks Perkembangan Harga (IPH) KSB di minggu kedua bulan Agustus ini sebesar 3,17 persen. KSB menjadi salah satu dari 10 daerah di Indonesia dengan IPH yang tertinggi, sehingga harus segera dilakukan penanganan.
Selain KSB, pemda dengan kenaikan IPH tertinggi di minggu kedua Agustus yaitu Kabupaten Bone Bolango, Lamongan, Bangka Tengah, Deiyai, Banyuasin, Pringsewu, Teluk Wondama, Keerom dan Lumajang.
“Jadi harus dilihat apakah kenaikan itu regional karena situasi atau karena insidentil. Nah inilah yang dikenal sebagai insidentil di kabupaten tertentu. Inilah tugas dari teman-teman daerah yang naik ini, ada apa kok kebupatennya naik sendirian, tetangganya tak naik. Sehingga harus kerja keras ngecek setiap hari itu begini,” terang Tomsi Tohir. (ris)