Mataram (Suara NTB) – Perayaan Bulan Bahasa dan Sastra turut dirayakan Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Melalui kegiatan Lokakarya Penulisan Esai Perayaan 100 Tahun A.A. Navis: Suara dari Surau yang dirangkaikan dengan Pameran Karya A.A. Navis, Kantor Bahasa NTB merayakan perenungan salah satu sastrawan berpengaruh di Indonesia, pada Sabtu, 5 Oktober 2024.
Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan penandatanganan kontrak kerja sama antara Kantor Bahasa NTB dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB. Kerja sama ini merupakan salah satu ikhtiar Kantor Bahasa NTB dalam mengembangkan literasi berbasis perpustakaan digital.
Kepala Kantor Bahasa NTB, Puji Retno Hardiningtyas, bahwa hari lahir Ali Akbar Navis atau yang biasa dikenal dengan A.A. Navis telah ditetapkan sebagai perayaan internasional. Penetapan tersebut bertepatan dengan ditetapkannya bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar resmi dalam Sidang Umum ke-42 UNESCO bersama dengan 10 bahasa lainnya pada tanggal 20 November 2023. Penetapan ini ditetapkan oleh Direktur UNESCO di Paris, Prancis.
“Ini kali pertama kami merayakan kegiatan dalam bentuk lokakarya yang dirangkaikan dengan pameran A.A. Navis. Kesempatan berharga ini bertujuan untuk mendalami segala pemikiran kreatif A.A. Navis dan kita bersama-sama menggali sejarah, karya, serta relevansi konteks sosial dan budaya masa kini. A.A. Navis adalah sosok yang mencerminkan perjalanan panjang sastra Indonesia. Melalui novel, cerpen, dan esai-esainya, ia telah menyoroti keindahan dan kompleksitas kehidupan, serta tantangan yang dihadapi masyarakat kita,” papar Puji Retno saat memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan secara resmi di Aula Wijaya Kusuma, BPMP NTB.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kegiatan ini mengajak para peserta untuk menelusuri pemikiran cerdas A.A. Navis. Kegiatan ini untuk mengenang dan merayakan warisan sastra yang ditinggalkan oleh A.A. Navis sebagai sebuah karya peradaban bangsa.
Peserta yang hadir berjumlah 100 orang yang terdiri atas perwakilan dari komunitas literasi, komunitas sastra, pegiat literasi, sastrawan, akademisi, mahasiswa, dan mitra kerja sama yang selama ini telah mendukung dan menyukseskan program kebahasaan dan kesastraan Kantor Bahasa NTB.
Ketua panitia, Lentera Nurani Setra, menyampaikan kegiatan ini merupakan wujud dukungan untuk memastikan karya dan pemikiran A.A. Navis dikenal oleh masyarakat Indonesia, khususnya di NTB. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan gairah apresiasi sastra di Provinsi NTB secara keseluruhan. Di akhir kegiatan, seluruh esai yang dihasilkan oleh para peserta akan dibukukan dalam bentuk Kumpulan Esai Perayaan 100 Tahun A.A. Navis: Suara dari Surau. Melalui upaya ini, Kantor Bahasa NTB berharap dapat menguatkan motivasi dan minat produktif menulis kritik sastra di NTB.
Seluruh peserta didampingi dan dibekali materi pengetahuan oleh kedua narasumber, yaitu Kiki Sulistyo (sastrawan) dan Zen Hae (sastrawan sekaligus kritikus sastra). Kiki Sulistyo berkesempatan menjadi narasumber pertama. Ia memaparkan materi “Meniti Jejak Karya dan Pemikiran A.A. Navis”. Kiki, sapaan akrabnya dalam Komunitas Akarpohon, menceritakan sejarah perjalanan panjang A.A. Navis sejak lahir, masa kecil, masa muda, hingga menjadi penulis, dan masa-masa di akhir hayat A.A. Navis. Ia menuturkan bahwa A.A. Navis sejak kecil telah memiliki keberanian dan rasa empati terhadap penindasan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang.
Navis gemar membaca karya-karya Hamka, salah satunya berjudul “Panji Islam”. Novel “Kemarau”, karyanya, merupakan jawaban atas tuduhan yang disematkan kepada A.A. Navis dalam pemberontakan PKI saat itu. Ia membantah tudingan itu melalui karyanya yang tersohor.
Kiki juga mengungkapkan bahwa cerpen “Man Rabbuka” karya Navis, dibekukan selama dua kali, sedangkan cerpen “Robohnya Surau Kami” tetap diterbitkan dan tidak ada pelarangan, walaupun banyak dibicarakan dan dianggap cukup kontroversial saat itu. Relevansi antara beribadah dan bekerja diangkat secara gamblang dalam karya “Robohnya Surau Kami”. Kiki menilai bahwa selama moral masih tetap dijaga, relevansi antara prioritas ibadah atau bekerja di dalam cerpen “Robohnya Surau Kami” tetap ada.
Narasumber kedua, Zen Hae, membawakan materi “Upaya Menafsir Ulang Kepengarangan A.A. Navis”. Ia menekankan bahwa karya A.A. Navis merupakan cerminan dari sejarah panjang yang dilalui oleh Indonesia saat masa prakemerdekaan dan pascakemerdekaan. Dalam cerpen “Robohnya Surau Kami”, A.A. Navis tidak hanya menampilkan eksistensi pemikirannya dalam sebuah karya sastra, tetapi juga mengajak dan menggugah pemikiran-pemikiran normatif masyarakat saat itu.
Melalui kalimat-kalimat dan isi narasi cerpennya, A.A. Navis mengungkapkan pemikirannya mengenai kondisi sosial dan ekstrak realitas secara umum masyarakat Indonesia di masa itu. Zen Hae juga menjelaskan penulis-penulis secara runtut dan sejarah kepengarangan di Indonesia, baik berdasarkan geografi, masa kepenulisan, maupun karya kepenulisan oleh sastrawan. Para peserta juga diajak untuk mengobservasi beberapa contoh studi kasus esai.
Sesi berikutnya diisi dengan diskusi oleh para peserta dalam mengenal dan lebih mendalami sejarah karya-karya A.A. Navis dan latar di balik karya-karyanya, terutama karya “Robohnya Surau Kami”. Pertanyaan seputar makna, pesan, dan intisari karya A.A. Navis, serta perbandingan karya-karya populer lainnya dengan tema yang sama dibahas bersama oleh narasumber dan peserta.
Selanjutnya, sesi praktik menulis esai oleh para peserta didampingi oleh kedua narasumber. Hasil karya esai peserta akan dibukukan dalam bentuk kumpulan esai sebagai salah satu sumbangsih nyata perayaan Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2024. (ron)