Mataram (Suara NTB) – Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan hendaknya berdiri paling depan untuk menunjukkan bahwa institusi pendidikan, guru, kepala sekolah, dan pengawas tidak boleh dilibatkan dalam politik praktis Pilkada yang cenderung lebih masif dari pemilihan presiden (pilpres). Keberpihakan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan sangat diharapkan untuk membuat mekanisme pengelolaan guru yang terbebas dari pengaruh politik.
Hal itu disampaikan Ketua Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) NTB, Mansur pada Senin, 7 Oktober 2024. Menurutnya, sejak era reformasi dan bergulirnya desentralisasi otonomi daerah, mulai dari UU Nomor 22 Tahun 1999 sampai UU Nomor 23 Tahun 2014, telah memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola sepenuhnya pembinaan guru pendidikan dasar dan menengah.
Hal inilah, seolah menjadi pembenaran terhadap pelibatan guru, kepala sekolah, pengawas beserta stake holder pendidikan lainnya dalam pergolakan politik praktis khususnya pilkada.
“Di beberapa daerah bahkan kita dengar ada kepala sekolah yang ditunjuk sebagai pembina kelurahan, pengawas sebagai penanggungjawab kecamatan dan keterlibatan guru dalam politik praktis pilkada. Ya, guru dipandang sebagai komunitas yang paling mudah untuk dimobilisasi untuk kegiatan yang menguntungkan pihak tertentu. Biasanya hal ini terlihat dari munculnya kegiatan-kegiatan yang tidak biasa, namun guru terpaksa harus mengikutinya,” jelas Mansur.
Bentuk lain pelibatan guru, kata Mansur mencontohkan, memperbanyak frekuensi pertemuan guru dengan kepala daerah/calon kepala daerah, penggunaan organisasi guru sebagai ajang sosialisasi, klaim program pendidikan tertentu dari salah satu calon, mobilisasi dukungan melalui kepala dinas, bahkan sampai pada janji-janji promosi jabatan dan peningkatan kesejahteraan guru.
Lalu, bagaimana caranya agar guru tidak terlibat? Menurut Mansur, semestinya setiap guru dan stakeholder-nya memahami UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
“Artinya bahwa tidak ada kegiatan lain dari guru dan bahkan pihak luar untuk menarik guru pada kegiatan lain selain berfokus pada profesionalisme mendidiknya,” ujar Mansur.
Memang harus diakui bahwa rendahnya profesionalitas, kurangnya kompetensi, rendahnya daya tawar sosial dan ekonomi yang dialami oleh guru saat ini boleh jadi merupakan faktor yang dimanfaatkan pihak luar. “Dalam posisi inilah seharusnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan menghadirkan solusi yang baik,” pungkas Mansur. (ron)