Mataram (Suara NTB) – Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Provinsi NTB menggandeng Aparat Penegak Hukum (APH) baik Kepolisian maupun Kejaksaan untuk memburu dan menangkap jaringan sindikat pembelian kendaraan baru melalui finance dengan modus pinjam KTP.
Diketahui, dalam beberapa waktu terakhir, modus pinjam KTP untuk memuluskan pembiayaan kendaraan ini terus berkembang. Ketua APPI Provinsi NTB, Iwan Hermawan mengemukakan, jumlah pelaku yang ditangkap dan dipenjarakan di Polda NTB terus bertambah.
“Jumlah pelakunya yang diproses hukum setiap tahun bertambah. Kalau sebelum-sebelummnya, oknum konsumen yang diproses hukum, sekarang sampai jaringan-jaringannya yang diproses,” jelas Iwan di Mataram, Selasa, 15 Oktober 2024.
Iwan menambahkan, pembelian kendaraan baru, baik roda dua, maupun roda empat dengan menggunakan pembiayaan dari finance ini berkembang ke wilayah selatan, memanfaatkan potensi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Modusnya, jaringan sindikat ini meminta tolong kepada masyarakat yang menjadi targetnya untuk mengajukan pembeliaan unit kendaraan baru. Karena potensi wisatawan di KEK Mandalika, rencananya kendaraan baru yang diajukan untuk usaha penyewaan kepada wisatawan. Setelah dilakukan survey, pengajuan pembiayaan untuk membeli kendaraan baru disetujui finance.
“Begitu kendaraan keluar, ndak sampai hitungan hari, kendaraan sudah berpindah tangan. Dari konsumen kepada sindikat ini. padahal, saat dilakukan survey, konsumen mengaku untuk penggunaan pribadi. nyatanya kendaraan tersebut diambil oleh sindikat ini untuk dijual kembali. Katanya satu kendaraan bisa dijual sampai Rp15 juta kepada orang tanpa surat-surat,” paparnya.
Iwan menambahkan, modus sindikat ini memanfaatkan masyarakat yang KTP nya tidak bermasalah di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau yang sebelumnya disebut BI Cecking.
“Konsumen ini mendapat bayaran, diatas UMR. Asal nama dan KTPnya bisa dipakai untuk mengambil kendaraan, dapat dia bayaran Rp2,5 juta sampai Rp3 juta. Kan tergiur masyarakat, ditawari uang segitu yang penting pakai KTPnya dan bantu menyelesaikan syarat administrasi di finance,” tambahnya.
Namun masyarakat tidak mengerti, sebagaimana sanksi bagi pelaku yang melanggar Pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah pidana penjara 1–5 tahun dan/atau denda Rp 10–100 juta.
“Karena ada unsur kesengajaan bekerjasama dengan sindikat. Konsumen secara sadar ketia dilakukan survey mengaku untuk kepentingan pribadi. ternyata, dia dibayar namanya,” tambahnya.
Iwan menegaskan, selain APPI menggandeng APH, juga terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat. agar tidak melayani bujuk rayu oknum-oknum tertentu, yang ujung-ujungnya konsumen sendiri yang menjadi korban. (bul)