spot_img
Kamis, Desember 12, 2024
spot_img
BerandaNTBKetua FKKD Lombok Timur Kritik Janji Lalu Iqbal soal Bantuan Rp500 Juta...

Ketua FKKD Lombok Timur Kritik Janji Lalu Iqbal soal Bantuan Rp500 Juta Per Desa

Mataram (Suara NTB) – Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Lombok Timur, M. Khairul Ihsan menilai, janji politik Calon Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal untuk mengucurkan anggaran Rp500 juta untuk setiap desa di NTB tak masuk akal.

Menurut Khairul, janji tersebut sulit untuk direalisasikan. Bahkan hampir mustahil mengingat keterbatasan anggaran Pemerintah Provinsi NTB saat ini.

“Itu hanya janji politik yang tidak masuk akal dan sangat sulit dilaksanakan,” tegas Khairul Ihsan, dalam sebuah pernyataan yang diterima Suara NTB, Jumat, 18 Oktober 2024.

Menurutnya, hampir semua kepala desa di Lombok Timur sudah memahami situasi ini dan tidak akan terpengaruh oleh program yang dianggapnya sebagai janji kosong.

Menurutnya, dengan kemampuan anggaran provinsi yang terbatas, mengalokasikan Rp500 juta per desa jelas tidak realistis.

Janji ini dianggapnya lebih sebagai strategi politik untuk memikat hati para pemilih tanpa mempertimbangkan aspek praktis dan kemampuan keuangan daerah.

Khairul Ihsan mengungkapkan, sebagai calon pemimpin, Lalu Muhammad Iqbal seharusnya lebih fokus pada pengelolaan anggaran yang realistis dan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

“Mestinya calon gubernur berpikir tentang bagaimana mengalokasikan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan tiap desa, bukan sekadar melempar janji politik yang sulit diwujudkan,” ujarnya.

Menurut Khairul, intervensi pemerintah provinsi seharusnya tidak hanya melalui dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB, tetapi juga lewat kebijakan yang lebih merata bagi desa-desa yang tidak mendapatkan alokasi dana Pokir.

Merujuk pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) NTB Tahun Anggaran 2025, total belanja daerah diproyeksikan mencapai Rp5,7 triliun. Namun, sebagian besar anggaran sudah dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja terikat, dan belanja operasional lainnya.

Rincian anggaran tersebut mencakup belanja pegawai dan belanja terikat sebesar Rp3,2 triliun, belanja Pokir DPRD Rp256,8 miliar, belanja mandatori dan insentif daerah Rp114 miliar, belanja rutin perangkat daerah Rp1,03 triliun, serta belanja operasional dan pelaksanaan urusan pembangunan Rp1,07 triliun.

Sisanya, hanya Rp33,6 miliar yang dialokasikan sebagai belanja bebas.

Jika janji politik Rp500 juta per desa dilaksanakan, maka dibutuhkan anggaran sebesar Rp570 miliar untuk 1.140 desa di seluruh NTB.

Jumlah tersebut lebih dari separuh anggaran belanja operasional provinsi, yang pada akhirnya akan membatasi pelaksanaan program-program pembangunan lainnya yang sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Dengan kondisi anggaran seperti itu, janji politik tersebut hanya akan menghambat pencapaian visi misi pemerintah yang sudah direncanakan dengan baik,” tambah Khairul.

Lebih lanjut, Khairul Ihsan menekankan bahwa janji politik tidak boleh hanya menjadi alat untuk menarik simpati masyarakat tanpa memperhitungkan dampak jangka panjangnya.

Kepala desa, menurutnya, memerlukan solusi nyata dari pemimpin yang paham betul mengenai mekanisme pengelolaan anggaran dan prioritas pembangunan.

“Kita butuh pemimpin yang realistis dan benar-benar mengerti situasi di lapangan. Janji yang tidak masuk akal hanya akan menambah beban, bukan solusi,” pungkasnya.

Desa Berdaya

Menanggapi kritikan tersebut, juru Bicara pasangan Iqbal-Dinda, Adhar Hakim dalam kesempatan sebelumnya menjelaskan, bantuan hibah sebesar Rp300 sampai Rp500 juta untuk diberikan kepada desa/kelurahan ini tertuang dalam visi misi 10 program unggulan pasangan Iqbal-Dinda, yakni desa berdaya.

“Apakah bantuan program itu mampu dianggarkan di APBD? Jawabnya, bisa,” tegas Adhar.

Bila melihat kemampuan fiskal daerah yang saat ini mencapai Rp6,1 triliun menurutnya pemberian dana hibah itu bisa diwujudkan oleh pasangan Iqbal-Dinda.

“Kalau dihitung-hitung APBD NTB Rp6,1 triliun terus dana Rp500 juta dikalikan 1.140 desa/kelurahan total dananya Rp570 miliar. Artinya, angka itu masih bisa ditanggulangi dengan kapasitas APBD kita,” ujarnya.

Namun demikian lanjut Adhar Hakim, dalam pemberian dana hibah ini, pasangan Iqbal-Dinda tidak akan tergantung pada APBD semata, melainkan akan menarik dana-dana lain dari pemerintah pusat.

Mengingat, Iqbal sendiri merupakan kader Gerindra dan linier programnya dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Pak Iqbal ini kader Gerindra. Ruang penyamaan persepsi pembangunan akan kami jelaskan dengan pemerintah pusat, sehingga ide dalam bentuk hibah dan program itu bukan sesuatu yang sulit dilakukan jika Iqbal-Dinda terpilih,” terang Adhar Hakim.

Selain itu menurutnya dalam konteks regulasi di Kemendagri, pemberian dana hibah ini justru memberikan ruang bagi pemerintah daerah dalam membuat konsep seperti itu, sehingga tidak ada persoalan.

“Kita buat desain desk kemantapan provinsi dan kabupaten kota. Kami masuk dalam ruang pembiayaan lain dan itu bisa dan kami mendesainnya dalam ruang yang hati-hati. Dan ini juga tidak akan tumpang tindih dengan program Dana Desa atau Anggaran Dana Desa (ADD),” ucapnya.

Meski begitu mantan Ketua Ombudsman NTB dua periode ini, menyatakan alokasi anggaran hibah ini tidak diberikan sekaligus dalam satu tahun, melainkan disalurkan secara bertahap.

“Jadi hibah anggaran ini tidak sekaligus, tapi bertahap,” pungkasnya. (r/ndi)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO