Mataram (Suara NTB) – Anggota Komisi IV DPRD Kota Mataram, Muhibit Tobirin mengungkapkan kekhawatirannya terhadap implementasi program UHC (Universal Health Coverage) di fasilitas kesehatan tingkat pertama, seperti puskesmas. Kekhawatiran ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi IV DPRD Kota Mataram dengan RSUD Kota Mataram, Rabu, 13 November 2024.
‘’Jadi masyarakat kita sudah krisis kepercayaan kepada Puskesmas,’’ ucapnya. Sehingga, masyarakat lebih memilih langsung berobat ke UGD RSUD Kota Mataram ketimbang datang ke Puskesmas yang notabene lebih dekat. Muhibit bercerita pernah mendatangi salah satu puskesmas untuk mengantar warga. ‘’Petugasnya ada dua di sana. yang satu sedang sholat dan yang satu lagi sedang di kamar mandi. Jadi tidak ada yang melayani,’’ sesalnya.
Mihibit mengatakan, bahwa meskipun UHC dimaksudkan untuk memastikan akses pelayanan kesehatan yang lebih merata, namun masih terdapat kendala dalam hal pembayaran dan ketersediaan dana bagi pasien yang membutuhkan.
“Warga di puskesmas masih menghadapi kesulitan dalam pembayaran layanan kesehatan, meskipun sudah ada sistem UHC. Jika pasien tidak memiliki cukup dana, apakah manfaat dari UHC ini bisa dirasakan sepenuhnya?,” ucap politisi PAN ini.
Muhibit juga menyoroti masalah rujukan dari puskesmas ke rumah sakit yang masih membutuhkan perhatian. Meskipun puskesmas telah merujuk pasien ke rumah sakit, seringkali ada kendala terkait biaya dan akses yang dapat menghambat proses perawatan lanjutan.
Oleh karena itu, anggota dewan dua periode ini berharap agar sistem UHC lebih diperkuat, supaya dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. ‘’Terutama bagi mereka yang berada di zona hijau atau daerah dengan fasilitas puskesmas yang memadai, namun masih terkendala masalah dana untuk melanjutkan perawatan di rumah sakit,’’ pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur RSUD Kota Mataram, dr.Hj.Eka Nurhayati, Sp.OG.,Subs.F.E.R.,M, mengatakan, penerapan program UHC di fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas, terus disosialisasikan kepada masyarakat. Program ini bertujuan untuk memastikan setiap warga negara, terutama yang belum terdaftar dalam BPJS, mendapatkan akses layanan kesehatan tanpa biaya.
Menurut Eka, dalam program UHC, warga yang datang ke puskesmas dengan keluhan umum seperti demam tidak akan dikenakan biaya, terutama bagi mereka yang termasuk dalam kategori “zona hijau.” “Kami sudah melakukan sosialisasi selama sebulan, dan untuk zona hijau, pasien tetap tidak dikenakan biaya,” ujarnya. Sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat lebih paham tentang aturan dan manfaat dari UHC yang disediakan oleh pemerintah.
Program ini juga mencakup pendaftaran BPJS bagi warga yang belum terdaftar. Jika pasien membutuhkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit, pihak puskesmas akan memfasilitasi pendaftaran BPJS untuk memastikan pasien dapat melanjutkan perawatan tanpa hambatan biaya. Dalam sistem UHC, BPJS yang baru didaftarkan akan langsung berlaku, memungkinkan pasien untuk segera mendapatkan layanan medis tanpa menunggu dua minggu seperti pada aturan sebelumnya.
Melalui sosialisasi yang terus dilakukan, diharapkan masyarakat lebih mudah mengakses layanan kesehatan yang adil dan terjangkau, serta memanfaatkan program UHC secara maksimal untuk kesejahteraan bersama. (fit)