Mataram (Suara NTB) – Rumah Potong Hewan (RPH) Banyumulek yang terletak di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) kembali tidak memiliki pengelola. Dua pengelola sebelumnya, PT. Gerbang NTB Emas (GNE) hingga PT. Atra Begawan Nusantara (ABN) juga tidak mampu bertahan. Mereka memilih menghentikan kerja sama dengan Pemprov NTB, karena usaha pengembangan daging sapi tidak seperti diharapkan.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB Muhammad Riadi, mengakui, PT. ABN telah menandatangani kerja sama untuk pengelolaan RPH Banyumulek selama 5 tahun. Semula, pihak ABN berasumsi mampu akan memenuhi kebutuhan operasionall perusahaan di NTB bisa melakukan pemotongan 200 ekor sapi setiap hari.
‘’DI dalam perjalanannya ternyata yang beratnya 3 kuintal per ekor sapi tidak didapatkan. Pernah diorder dua kali dari 100 ekor itu yang memenuhi syarat itu hanya 7 ekor, sehingga mau mendatangkan sapi yang berada di Tangerang dan diimpor dari Australia dan turun di Tangerang,’’ ujarnya saat ditemui di sela mengikuti pembukaan Gelar Teknologi Tepat Guna di Kompleks Islamic Center, Kota Mataram, Senin, 15 Juli 2024.
Namun, ketika mau memasukkan sapi impor dari Australia ini ke Lombok, ungkapnya, pihaknya menolak untuk memberikan izin masuk. Pasalnya, saat itu di Pulau Jawa sedang marak ternak terjangkit penyakit Lumpy Skin Disease (LSD), sehingga dikhawatirkan penyakit ini akan menyerang ternak yang ada di NTB.
‘’Kita tolak permintaannya. Kita buatkan analisis risikonya. Ternyata hasil analisis risikonya tinggi. Bahkan pihak Kementerian Pertanian mengingatkan, jangan main-main Pak Kadis. Risikonya besar kalau LSD terjadi di NTB. Akhirnya kita tolak,’’ ungkapnya.
Diakuinya, penolakan masuk ternak dari Pulau Jawa ini membuat perusahaan merasa rugi, karena usahanya di NTB tidak jalan. Untuk itu, setelah merasa usahanya tidak akan berkembang, pihak perusahaan membongkar fasilitas yang dibangun di RPH Banyumulek.
‘’Poinnya mereka bilang ke saya. Sudahlah Pak Kadis, kalau begitu, kami konsentrasi di Tangerang saja,’’ seraya menambahkan, pihak perusahaan sudah menerima risiko kerugian menanamkan investasi di RPH Banyumulek.
Sebelumnya, pihak perusahaan berinvestasi di NTB sebelum LSD merebak dan mengaku optimis usahanya akan berjalan seperti perencanaan awal. Namun, di tengah perjalanan, LSD merebak di Pulau Jawa, sehingga dikhawatirkan penyakit ini juga menjangkiti ternak di NTB dan berdampak pada larangan pemasukan ternak dari luar daerah. (ham)