Mataram (Suara NTB) – Kegiatan efiensi anggaran menjadi salah satu instruksi Presiden Prabowo di tahun 2025 ini. Kebijakan itu tertuang dalam Inpres 1/2025 dan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 29/2025. Dana Transfer pusat ke daerah yang dipotong mengharuskan pemerintah daerah melakukan cash management dalam hal belanja program.
Cash management bisa diartikan sebagai sistem yang digunakan untuk mengelola keuangan pemerintah secara efisien. Sistem ini memungkinkan pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran dan meminimalkan biaya operasional.
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani mengatakan, pihaknya akan segera bertemu dengan Kepala Bappeda NTB dan tim transisi Iqbal – Dinda untuk mendiskusikan instruksi Presiden terkait efisiensi anggaran ini.
“Kami akan mendiskusikan cash management. Pemerintah pusat kan melakukan cash management. Karena uang kita terbatas jadi harus pintar mengatur. Berapa nanti kebutuhan belanja, oh nanti ada sisa. Kalau ada sisa kan bisa diinvestasikan jangka pendek,” kata Ratih Hapsari Kusumawardani kepada Suara NTB, Kamis, 6 Februari 2025.
Tak dipungkiri memang anggaran yang akan tersedia tahun ini akan jauh berbeda dengan tahun anggaran sebelumnya, namun pada prinsipnya kas bisa dikelola dengan baik. Kebijakan efisiensi mengharuskan Pemda melakukan pengelolaan di sektor pendapatan dan belanja. Di sektor pendapatan, diharapkan bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), kemudian di sektor belanja pemda bisa mengatur pengeluaran dengan efisien.
Kepala Bidang PPA II DJPb NTB Maryono mengatakan, selain dana Transfer ke Daerah (TKD) yang dipotong, Inpres 1/2025 juga meminta Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan penghematan di APBD secara keseluruhan. Misalnya belanja perjalanan dinas dipotong 50 persen, termasuk kegiatan-kegiatan penunjang seperti acara seremonial.
Dari efisiensi itu akan digunakan untuk pembiayaan yang lain. Misalnya pemotongan biaya perjalanan dinas bisa digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang prioritas Pemda.
Menurutnya, sesuai dengan Inpres tersebut Gubernur dan Bupati/Walikota agar membatasi belanja kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, dan seminar/FGD. Kemudian mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50.
Selain itu, membatasi belanja honorarium mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional, mengurangi belanja yang bersifat pendukung, memfokuskan alokasi anggaran pada target kinerja pelayanan publik, tidak berdasarkan pemerataan antar OPD atau alokasi tahun anggaran sebelumnya serta melakukan penyesuaian belanja APBD TA 2025 bersumber dari TKD.
Adapun muatan KMK 29/2025 yaitu penyesuaian besaran alokasi pagu meliputi kurang Bayar Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Fisik, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa. Selanjutnya pendetailan alokasi TKD 2025 menjadi dua kategori yaitu reguler dan cadangan.
Muatan KMK 29 lainnya yaitu pengaturan terkait penggunaan dana cadangan serta penyesuaian rincian per provinsi/kabupaten/kota atas TKD 2025 serta penyesuaian rincian per provinsi/kab/kota per bidang/subbidang DAK Fisik.
Pencadangan TKD NTB Rp588 Miliar
Sementara itu dari data DJPb NTB, alokasi TKD Provinsi NTB tahun 2025 yang dicadangkan atau dipotong meliputi Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 0,995 persen atau Rp107 miliar. Dimana pagu berdasarkan Perpres 201/2024 nilai DAU sebesar Rp10,83 triliun dicadangkan menjadi Rp10,72 triliun.
Kemudian pencadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar 41,47 persen atau sebesar 480 miliar. Sebab berdasarkan Perpres 201/2024, pagu DAK Fisik untuk NTB 2025 sebesar Rp1,51 triliun menjadi sebesar Rp678,6 miliar berdasarkan pagu sesuai KMK 29/2025.
Dengan demikian, jumlah total pencadangan TKD di NTB tahun 2025 sebesar Rp588,6 miliar atau 2,93 persen. Sementara tak ada pencadangan atau pemotongan anggaran untuk DBH, Insentif Fiskal, DAK Non Fisik, Dana Desa dan Hibah ke Daerah.(ris)