Mataram (Suara NTB) – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki garis pantai yang panjang dengan potensi sumber daya kelautan yang sangat besar. Namun, hingga saat ini, potensi tersebut belum dikelola secara optimal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah maupun kesejahteraan masyarakat.
Sebagai langkah strategis, DPRD Provinsi NTB berinisiatif menyusun peraturan daerah (Perda) yang akan mengatur pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara lebih terarah dan berkelanjutan.
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) II DPRD NTB, HL Pelita Putra, yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menggali empat isu strategis untuk penyempurnaan regulasi tersebut.
Menurut Pelita, isu pertama yang dibahas adalah perimbangan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya kelautan. Isu kedua adalah penerapan Vessel Monitoring System (VMS) bagi nelayan kecil dengan jangkauan 0–12 mil laut yang perlu dikaji ulang. Ketiga, regulasi terkait pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (PSDKP) yang saat ini masih menjadi kewenangan pusat dan daerah.
“Potensi kelautan dan perikanan di NTB sangat besar, mencapai triliunan rupiah. Ini bisa menjadi modal dasar bagi Pemprov NTB untuk menjadikan sektor maritim sebagai fokus utama pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Pelita pada Kamis, 13 Maret 2025.
Ketua Komisi II DPRD NTB itu menjelaskan bahwa luas perairan laut NTB mencapai 29.159 kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 2.333 kilometer. Perairan ini mencakup 59 persen dari total luas wilayah NTB. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa sektor perikanan dan kelautan tidak boleh lagi dipandang sebelah mata.
“Kelautan dan perikanan memiliki peran strategis sebagai sumber pangan sekaligus penopang swasembada pangan. Maka dari itu, Pansus perlu menggali berbagai aspek dalam regulasi ini, termasuk kewenangan antara pusat dan daerah,” tegasnya.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, potensi produksi perikanan tangkap di daerah ini mencapai 185.518 ton per tahun. Angka tersebut berasal dari perairan pantai (67.906 ton), perairan lepas pantai (61.957 ton), dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang mencapai 298.576 ton per tahun.
“NTB dikenal sebagai daerah yang kaya akan hasil perikanan tangkap, seperti cakalang, tongkol, tuna, cumi-cumi, ikan ekor kuning, ikan hiu botol, udang, dan ikan hias,” kata Pelita.
Selain perikanan tangkap, sektor budidaya juga memiliki potensi yang sangat besar. NTB memiliki area budidaya laut seluas 72.862 hektare, budidaya air payau 27.927 hektare, dan budidaya air tawar 31.758 hektare.
“Sebagai provinsi dengan ekosistem perairan yang lengkap—mulai dari perairan laut pelagis, laut demersal, pesisir, hingga perairan umum seperti waduk, danau, sungai, dan embung—NTB memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor perikanan budidaya,” lanjut Pelita.
DPRD NTB juga berencana berkonsultasi dengan berbagai pihak, termasuk Johan Rosihan, anggota Komisi IV DPR RI, untuk menyempurnakan draf Raperda ini agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi nelayan dan masyarakat pesisir NTB.
“Kami berharap regulasi ini benar-benar bisa membawa kesejahteraan bagi nelayan dan masyarakat pesisir di NTB ke depan,” pungkasnya. (ndi)