Mataram (Suara NTB) – Kepala Badan Kesatuan dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) Provinsi NTB H. Ruslan Abdul Gani, S.H., M.H., lulus ujian disertasi S 3 yang berjudul “Reformulasi Kewenangan DPD Dalam Melakukan Pemantauan dan Mengevaluasi Raperda dan Perda, mengkaji pasal 1 huruf J UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MPR DPR,DPD, DPRD” pada Ujian Terbuka Disertasi Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Mataram, Selasa, 25 November 2025.
Mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB ini berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan Ketua Majelis Sidang Doktoral, Dekan FHISIP, Unram, Dr. Lalu Wira Pria Suhartana, SH. MH., Prof. Dr. Putu Gede Arya Sumerta Jaya, SH. M.Hum (Penguji Eksternal), Prof Dr. Kurniawan, SH., M.Kum, (Penguji 1), Prof. Dr. H. M. Galang Asmara, M.Hum., (Penguji 2), Prof. Dr. H. Kaharuddin, SH. MH (Penguji 3), Dr. Chrisdianto Eko Purnomo, SH. MH. (Penguji 4), 7. Ko-Promotor 2 Dr. Minollah, SH., MH., Ko-Promotor 1 Dr. RR Cahyowati, SH., MH., Promotor Prof. Dr. H. Gatot Dwi Hendri Wibowo, SH., M.Hum., dan lulus dengan predikat cumlaude.
Disertasi ini mengkaji secara mendalam Pasal 1 huruf J Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta mengevaluasi efektivitas peran DPD dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Dalam penjelasannya Ruslan Abdul Gani menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya eksistensi kedua entitas tersebut saling bergantung dan tidak dapat dipisahkan begitu saja. “Kepentingan daerah sama pentingnya dengan kepentingan nasional. Negara tidak akan maju tanpa dukungan daerah,” tegasnya.
Meski demikian diakuinya, pengawasan DPD selama ini belum berjalan efektif. Hasil pengawasan yang dilakukan DPD pada akhirnya diserahkan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan, dan sifatnya tidak mengikat. Kondisi ini memperkuat pandangan bahwa DPD selama ini cenderung berperan sebagai formalitas konstitusional, bukan sebagai lembaga dengan kewenangan penuh.
DPD dibentuk sebagai lembaga negara yang tegas dan jelas kedudukannya serta dilindungi oleh konstitusi. Fungsi utamanya adalah menangani permasalahan kedaerahan yang berdampak pada skala nasional. Sebagai wakil daerah DPD memiliki peran strategis dalam menyalurkan aspirasi masyarakat daerah dan memastikan kepentingan daerah diakomodasi dalam kebijakan nasional.
Selain itu, DPD juga merupakan instrumen untuk mengatasi ketimpangan dan ketidakadilan antarwilayah serta mencegah disintegrasi negara seperti yang terjadi pasca-Orde Baru pada dasawarsa 1990-an. Ketika itu muncul gerakan separatis, kekecewaan masyarakat, serta kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah yang cukup signifikan.
Esensi keberadaan DPD sebagai lembaga pengawas dan evaluator Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan Peraturan Daerah (Perda) dijabarkan Ruslan melalui beberapa poin. DPD sebagai representasi daerah. DPD memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan nasional yang berkaitan dengan kepentingan daerah.
Mendukung mekanisme check and balances. DPD berperan memastikan agar kebijakan pemerintah pusat maupun daerah tidak terjadi ketimpangan. Sinkronisasi hubungan pusat-daerah. DPD membantu harmonisasi kebijakan agar tercipta koordinasi yang optimal.
Meski begitu bentuk pengawasan yang dilakukan DPD bersifat rekomendasi dan disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Hal ini dinilai tidak sepenuhnya sejalan dengan prinsip demokrasi yang menghendaki kesetaraan dalam pengambilan keputusan.
Untuk itu, dalam disertasinya, mantan Kepala Biro Hukum Setda NTB ini, menekankan perlunya reformulasi kewenangan DPD. Terutama dalam pemantauan dan evaluasi Raperda dan Perda. Beberapa usulan yang dikemukakan antara lain Amendemen Undang-Undang dan UUD 1945 – Perubahan Pasal 20 dan 22 huruf D UUD 1945, serta Pasal 249 ayat (1) huruf J UU Nomor 2 Tahun 2018 untuk memperkuat kewenangan DPD.
Perluasan representasi DPD. Kelembagaan DPD sebaiknya memiliki perwakilan dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota agar pemantauan Raperda dan Perda dapat berjalan lebih efektif. Fokus pada pemantauan Raperda. DPD disarankan memusatkan pengawasan pada Rancangan Perda agar pengawasan lebih konkret dan terukur.
Dalam hal ini DPD perlu melakukan sosialisasi secara terus-menerus terkait tugas pokok dan fungsinya agar masyarakat memahami dan menyadari keberadaan serta perannya.
Ruslan menekankan, reformulasi ini penting agar DPD tidak lagi sekadar menjadi lembaga penunjang DPR, tetapi benar-benar berperan sebagai wakil daerah yang mampu menyuarakan kepentingan rakyat di tingkat nasional.
Namun, tegasnya hakikat DPD adalah sebagai lembaga perwakilan daerah yang memiliki peran strategis dalam mendorong pemerintahan yang adil, merata, dan demokratis. Dengan reformulasi kewenangan, diharapkan DPD dapat menjalankan fungsinya secara optimal, menyeimbangkan kepentingan pusat dan daerah, serta memperkuat integritas sistem politik Indonesia.
Pihaknya juga menegaskan penting untuk mengamandemen pasal 20 dan pasal 22D UUD 1945 agar kewenangan DPR dan DPD bisa sejajar sebagaimana tujuan dibentuknya DPD dan perubahan UU Nomor 2 tahun 2018 tentang MD3. (ham)

