spot_img
Kamis, Desember 25, 2025
spot_img
BerandaEKONOMIAPPI NTB Ungkap Kerugian Masyarakat Meminjamkan KTP untuk Pembelian Kendaraan

APPI NTB Ungkap Kerugian Masyarakat Meminjamkan KTP untuk Pembelian Kendaraan

Mataram (Suara NTB) — Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Provinsi NTB mengungkapkan fenomena masih maraknya sindikat dalam proses penanganan kredit macet. Praktik ini bahkan mengarah pada pola kerja terorganisir yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat serta lemahnya perlindungan data pribadi.

Ketua APPI NTB, Iwan Hermawan, menjelaskan bahwa meningkatnya kasus kredit macet sepanjang tahun 2025 diikuti kemunculan oknum-oknum yang tidak memiliki keterkaitan dalam perjanjian kontrak antara perusahaan pembiayaan dan konsumen.

“Yang menarik tahun ini bukan hanya soal kredit macetnya, tetapi munculnya oknum-oknum di luar perjanjian kontrak,” ujarnya.

Menurut Iwan, kasus-kasus seperti jual beli KTP untuk pengambilan kredit kendaraan, penggunaan data pribadi tanpa pemahaman yang benar, hingga keterlibatan kelompok tertentu kini makin sering ditemukan. Keterlibatan oknum ini justru menambah kompleksitas penyelesaian di lapangan.

“Kalau dari 100 konsumen ada lima yang macet, seharusnya itu bisa ditangani normal. Tapi lima orang inilah yang sering ditunggangi oknum atau kelompok tertentu sehingga situasinya makin rumit Ketika ada penanganan kredit macet kendaraan,” katanya.

Iwan menegaskan bahwa dari temuan APPI di lapangan, pola yang muncul bukan hanya tindakan individual, tetapi mengarah pada jaringan.

“Kalau disebut sindikat, memang ada. Ada perorangan, ada kelompok. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat, bahkan ada iming-iming imbalan untuk memegang barang atau menghalangi proses penarikan,” katanya.

Beberapa kasus ditemukan menyebar di wilayah Pulau Lombok hingga NTT, dengan modus memanfaatkan individu yang tidak memahami aturan pembiayaan.

Masyarakat yang meminjamkan KTP atau datanya kepada orang lain untuk mengambil kredit tanpa memahami konsekuensinya juga berpotensi terjebak dalam masalah serius.

“Banyak yang mengaku tidak tahu. Tetapi ketika kredit macet, nama mereka yang dipakai. Dampaknya masuk daftar negatif (SLIK), dan itu memengaruhi skor kredit di semua lembaga keuangan, bukan hanya multifinance,” jelasnya.

Dengan masuknya data ke SLIK OJK, konsumen akan kesulitan mengajukan pembiayaan di masa mendatang, baik untuk kredit kendaraan, pinjaman usaha, maupun layanan perbankan lainnya.

Menghadapi kondisi ini, APPI terus menjalin koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH). Namun, Iwan menilai bahwa pengawasan dan edukasi kepada masyarakat perlu diperkuat melalui pemerintah paling bawah.

“Kami berharap pemerintah daerah sampai level RT, RW, dan desa bisa ikut memberikan edukasi. Pemahaman tentang data pribadi dan aturan pembiayaan harus sampai ke masyarakat paling kecil,” tegasnya.

Iwan mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur imbalan kecil seperti Rp500 ribu hingga Rp2 juta yang ditawarkan oleh oknum untuk penggunaan data pribadi (meminjam KTP untuk pengambilan kendaraan).

“Intinya, jaga data pribadi. Banyak orang akhirnya bermasalah karena data mereka dipakai tanpa pemahaman yang benar. Sering kali, pelaku dan korban ini beda tipis,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa masyarakat harus memahami bahwa setiap pinjaman wajib dikembalikan, dan penyalahgunaan data pribadi akan merugikan diri sendiri dalam jangka panjang. (bul)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -




VIDEO