spot_img
Minggu, Desember 28, 2025
spot_img
BerandaNTBMantan Pegawai LPPM Unram Divonis 12 Tahun Penjara

Mantan Pegawai LPPM Unram Divonis 12 Tahun Penjara

Mataram (suarantb.com) – Pengadilan Negeri (PN) Mataram memvonis mantan pegawai Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mataram (Unram), berinisial SM 12 tahun penjara. Vonis tersebut berkaitan dengan kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi kampus tersebut.

Juru Bicara PN Mataram, Lalu Sandi Iramaya saat dikonfirmasi, Jumat (5/12/2025) membenarkan penjatuhan hukuman penjara 12 tahun tersebut. Selain dijatuhi hukuman penjara 12 tahun, lanjutnya, terdakwa juga wajib membayar denda Rp60 juta subsider 6 bulan kurungan.

“Vonis majelis hakim berbeda dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU),” kata Sandi.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar majelis hakim menghukum SM dengan 10 tahun penjara. JPU juga menuntut agar terdakwa dibebani denda Rp60 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam sidang putusan yang berlangsung pada Kamis (4/12/2025) itu, majelis hakim memutus SM secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan dugaan kekerasan seksual secara fisik terhadap korban. “Vonis berdasarkan dakwaan alternatif pertama,” tambahnya.

Jaksa mendakwa terdakwa melanggar Pasal 6 huruf b Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Kasus Berawal Saat Korban Mengikuti KKN Tahun 2022

Sebagai informasi, Ketua Satuan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unram, Joko Jumadi sebelumnya mengatakan kasus ini berawal dari korban mengalami kesurupan saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada 2022.

SM selaku selaku pegawai LPPM Unram saat itu membantu mengobati dan memulangkan korban.

Korban, jelas Joko sempat beberapa kali bolak-balik tempat KKN dan kosnya karena perkara kesurupan itu, dengan SM sebagai orang yang mendampingi korban. Sampai saat kegiatan KKN selesai, SM masih berhubungan dengan korban dengan dalih pengobatan.

“Setelah KKN kemudian kambuh, si pelaku datang ke kosnya dan waktu itu terjadi lah kasus kekerasan seksual itu,” jelasnya.

Awalnya korban tidak berani melapor karena menganggap kejadian yang dialaminya sebagai aib. Sampai dua bulan kemudian, korban mendapati dirinya hamil.

Korban kemudian menghubungi tersangka untuk meminta pertanggung jawaban. Sempat berjanji akan bertanggung jawab, tersangka malah kembali melakukan kekerasan seksual pada korban.

“Mau bertanggung jawab tetapi hal itu malah sebagai cara untuk mengulang kembali perbuatannya pada korban,” tuturnya.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram itu menyebut, korban membutuhkan waktu cukup lama untuk berani melapor.

Setelah anak yang dilahirkannya berusia enam bulan, keluarga korban datang menjenguknya di Mataram dan terkejut mengetahui bahwa anak mereka telah memiliki bayi.

Keluarga sempat berupaya bernegosiasi dengan tersangka, namun tidak mencapai kesepakatan. Setelah itu, korban akhirnya menempuh jalur hukum untuk kasus yang dialaminya. (mit)

IKLAN









RELATED ARTICLES
- Advertisment -




VIDEO