spot_img
Rabu, Mei 21, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMYUSTISIOknum LPPM Unram Diduga Hamili Mahasiswi, Resmi Ditahan

Oknum LPPM Unram Diduga Hamili Mahasiswi, Resmi Ditahan

Mataram (Suara NTB) – Seorang mantan pegawai Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mataram (Unram), berinisial S, resmi ditahan pada Jumat, 25 April 2025. S menjadi tersangka dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap mahasiswi yang diduga terjadi pada saat pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2022.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengonfirmasi penahanan S. “Ya, hari ini tersangka resmi ditahan,” ujarnya.

Penahanan dilakukan setelah S menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara, Jalan Langko No. 64, Pejeruk, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram. Kasubdit Reskrimum Bidang Renakta Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, mengungkapkan bahwa tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan.

Pujawati menambahkan bahwa bukti-bukti pendukung seperti keterangan saksi, petunjuk, surat, dan keterangan ahli menjadi dasar utama dalam penyidikan ini. “Kami lebih mengedepankan alat bukti yang kuat untuk memastikan proses penyidikan berlangsung secara profesional dan saintifik,” jelasnya.

Tersangka dijerat dengan Pasal 6 huruf c dan/atau Pasal 6 huruf b dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. S diancam dengan pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp300 juta.

Ketua Satuan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unram, Joko Jumadi, menjelaskan bahwa kasus ini berawal ketika korban mengalami kesurupan saat KKN pada 2022. S, yang saat itu bekerja di LPPM, membantu korban mengatasi masalah tersebut dan mengantarkannya pulang. Selama periode KKN, korban beberapa kali mendatangi lokasi KKN dan kosnya karena masalah kesurupan, dengan S yang selalu mendampingi.

Setelah kegiatan KKN selesai, hubungan antara korban dan S terus berlanjut dengan alasan pengobatan. “Setelah KKN berakhir, kekerasan seksual terjadi di kos korban,” ungkap Joko.

Awalnya, korban merasa takut melapor karena merasa kejadian tersebut adalah aib. Namun, setelah dua bulan, korban mengetahui dirinya hamil. Korban kemudian menghubungi S untuk meminta pertanggungjawaban, namun S malah kembali melakukan kekerasan seksual.

“Kepada korban, tersangka sempat berjanji akan bertanggung jawab, namun justru kembali mengulangi perbuatannya,” lanjut Joko.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram itu menyatakan bahwa korban membutuhkan waktu lama untuk berani melapor. Setelah anak yang dilahirkan berusia enam bulan, keluarga korban baru mengetahui kejadian tersebut dan berusaha bernegosiasi dengan tersangka, namun tidak ada kesepakatan. Akhirnya, korban memilih jalur hukum untuk menuntut keadilan.

“Kami mendampingi korban dalam proses hukum ini. Komitmen Unram adalah menjadikan kampus bebas dari kekerasan seksual, dan kami tidak akan menutup-nutupi kasus ini,” tegas Joko. (mit)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO