LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB terkait pengajuan permohonan perlindungan dari 15 anggota DPRD NTB. Perlindungan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan dana “siluman” DPRD NTB 2025.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati NTB, Muh Zulkifli Said, Minggu (7/12/2025) mengaku tidak mempersoalkan 15 anggota dewan yang mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. “Saya cek dulu. Belum ada masuk surat pengajuan,” ucap dia.
Sebelumnya, Tenaga Ahli LPSK Tomi Permana, Selasa (2/12/2025) mengatakan, untuk proses penelaahan permohonan, pihaknya butuh berkomunikasi dengan Kejati NTB untuk mengetahui sejauh mana peran 15 anggota dewan itu.
“Apakah semuanya murni menjadi saksi atau ada yang akan diperiksa sebagai tersangka,’’ ujarnya.
Saat ini, Kejati NTB baru menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan dana “siluman” ini. Ketiganya merupakan anggota DPRD NTB berinisial IJU, HK, dan MNI. “Kita tidak tahu ke depan kemungkinan akan bertambah tersangkanya. Apakah diantara 15 orang yang memohonkan itu ada yang menjadi tersangka,” bebernya.
Untuk mendalami peran 15 anggota dewan itu, tidak saja akan melibatkan jaksa. Melainkan juga mempertanyakan ke sejumlah pihak lain seperti NGO (Non Governmental Organization) atau bahkan dari wartawan atau media yang mengawal kasus ini.
Lebih lanjut dia menyebutkan, bentuk permohonan dari 15 orang tersebut adalah pemenuhan hak prosedural (PHP). Bentuk PHP tersebut berupa bantuan yang meliputi pendampingan, penerjemah, informasi perkembangan kasus, dan nasihat hukum. “Mereka meminta PHP karena saat ini kedudukan mereka masih menjadi saksi,” katanya. (mit)

