Mataram (Suara NTB) – Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Mataram harus bekerja keras menekan inflasi pada triwulan pertama tahun 2024. Agenda politik dan memasuki bulan Ramadhan akan memicu gejolak harga.
Ketua TPID yang juga Wakil Walikota Mataram, TGH. Mujiburrahman mengatakan, hasil turun pengecekan di lapangan bahwasanya tidak hanya berkaitan dengan momentum bulan Ramadhan melainkan tahun politik juga akan memicu terjadinya kenaikan harga yang memicu inflasi.
Tim pengendali inflasi daerah yang terdiri dari organisasi perangkat daerah (OPD) seperti Dinas Perdagangan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, dan lain sebagainya perlu memaksimalkan langkah-langkah pencegahan dari sebelumnya. “Jadi harus ada langkah-langkah yang lebih maksimal dari sebelumnya,” kata Mujib.
OPD teknis sambung Mujib, harus sering turun ke lapangan untuk memastikan ketersediaan stok bahan pokok, memantau harga serta mengoptimalkan kerjasama antar daerah. Artinya, apabila terjadi defisit kebutuhan pokok tertentu harus segera berkoordinasi dengan daerah penyuplai.
Wawali menginginkan perangkat daerah harus mengupayakan ketersediaan barang pokok terpenuhi saat momen pemilu maupun menjelang bulan Ramadhan. “Jadi harus diupayakan itu, maka TPID harus bekerja keras ini,” ujarnya.
Diketahui, pada bulan Desember 2023, Kota Mataram mengalami inflasi tahunan year on year sebesar 3,04 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 115,79 lebih tinggi dari bulan November 2023 (inflasi 2,96 persen). Inflasi tahunan ini menunjukkan telah terjadi kenaikan IHK dari bulan Desember 2022 sebesar 112,37 menjadi 115,79 di bulan Desember 2023, yaitu sebesar 3,04 persen.
Inflasi tahunan Kota Mataram lebih tinggi dari angka inflasi gabungan dua kota NTB (inflasi 3,02 persen) dan nasional (inflasi 2,61 persen).
Akan tetapi,inflasi tahun kalender bulan Desember 2023 sebesar 3,04 persen, lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi tahun kalender bulan Desember 2022 sebesar 6,18 persen. Demikian pula, pada bulan Desember 2023, Kota Mataram mengalami inflasi sebesar 0,29 persen, lebih rendah dari angka gabungan dua kota NTB yakni, inflasi 0,35 persen dan nasional inflasi 0,41 persen.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan dengan peningkatan indeks pada sebelas kelompok pengeluaran. Dari sebelas kelompok pengeluaran, sembilan kelompok mengalami inflasi dan dua kelompok mengalami deflasi. Kelompok yang mengalami inflasi dari yang terbesar adalah transportasi sebesar 1,23 persen,perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,55 persen, kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,28 persen, kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,15 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,15 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,05 persen,kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,04 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,01 persen dan kelompok pendidikan sebesar 0,00 persen. Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi adalah kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,04 persen dan kelompok kesehatan sebesar 0,12 persen. (cem)