Mataram (Suara NTB) – Sejumlah pihak menolak rencana usulan pendanaan program makan siang gratis dengan menggunakan bantuan operasional sekolah (BOS) spesifik atau afirmatif. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB belum mengomentari lebih jauh mengenai wacana tersebut. Dikbud NTB masih menunggu kebijakan pusat.
Kepala Dinas Dikbud NTB, Dr. H. Aidy Furqan, M.Pd., ditemui di Mataram pada Selasa sore mengatakan, pihaknya akan menunggu pemerintah pusat terkait rencana program makan siang gratis. “Kami tunggu pemerintah pusat, kan presiden (baru) juga belum dilantik,” ujarnya.
Menurutnya, jika sudah ada rancangan maupun kepastian program, maka Kemendikbudristek akan memiliki regulasi yang mengatur pembiayaannya. Disinggung terkait sejumlah pihak yang menolak penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis, Aidy tidak berani menjawab lebih jauh.
“Kita tunggu juknisnya, rancangan seperti apa. Kemendikbudristek pasti punya regulasi pengaturannya kembali, pasti ada item lain yang harus ada untuk dibiayai sesuai kebutuhan. Kalau sudah ada kebijakannya, tinggal diharmonisasi saja (ke daerah),” ujar Aidy.
Sebelumnya, Ketua FSGI NTB yang juga Wakil Sekjen FSGI, Mansur menyampaikan, Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran DKI Jakarta, Ahmed Zaki Iskandar, ikut meninjau simulasi makan siang gratis bersama Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten, Kamis (29/2/) lalu. Setelah peninjauan, Ahmed mengusulkan agar pendanaan program tersebut dengan menggunakan BOS spesifik atau afirmatif. Melalui skema tersebut dia mengklaim pemantauan anggaran akan jelas dan tertib dan bisa langsung dicairkan ke rekening sekolah terkait.
“Usulan Ketua TKD Prabowo Gibran DKI Jakarta tersebut untuk menggunakan skema dana BOS afirmasi bagi pembiayaan program makan siang gratis setiap hari di sekolah adalah wujud ketidakberpihakan pada layanan Pendidikan yang adil dan berkualitas. Pernyataan tersebut juga menunjukkan kegagalan memahami tujuan kebijakan dana BOS dan BOS afirmasi,” ujar Mansur, Senin 4 maret 2024.
Dana BOS adalah pogram pemerintah Indonesia yang memberikan bantuan keuangan kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, baik negeri maupun swasta. Dana BOS selama bertahun-tahun digunakan untuk biaya operasional seperti gaji guru dan karyawan, kebutuhan belajar mengajar seperti buku, kertas, alat tulis kantor, dan keperluan lain seperti biaya Listrik, air dan perawatan gedung sekolah.
Sedangkan dana BOS afirmatif atau afirmasi adalah program pemerintah pusat yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal. Dana BOS ini bertujuan untuk membantu peningkatan mutu pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Mansur menjelaskan, dasar penolakan FSGI yaitu tidak semua sekolah di Indonesia mendapatkan BOS Afirmasi. BOS Afirmasi selama ini hanya diberikan pada sekolah-sekolah tertentu, misalnya sekolah yang berada di wilayah tertinggal, meskipun tidak berada di daerah tertinggal, memang ada sejumlah sekolah yang mendapatkan BOS Afirmasi, namun jumlah yang mendapatkan BOS Afirmasi hanya sedikit sekolah.
Dasar penolakan berikutnya, dana BOS Reguler masih minim. Jumlah dana BOS yang dikelola sekolah sangat bergantung pada jumlah peserta didiknya, makin banyak peserta didik, maka makin besar jumlah dana BOS yang diterima sekolah. Begitupun sebaliknya, makin sedikit jumlah peserta didik, maka makin kecil pula dana yang diterima. Selain itu, dana BOS yang selama ini dikelola sekolah juga masih perlu ditambah.
Jika dana BOS yang diterima besar, maka layanan Pendidikan dapat berjalan baik, namun jika dana BOS digunakan untuk makan siang gratis maka dapat dipastikan jumlah yang diterima sekolah saat ini pastilah tidak cukup. Bahkan sekolah bisa tidak dapat membeli ATK, membayar listrik, air, guru honor, dan lain-lain karena habis buat makan siang gratis.
“Total dana BOS yang digelontorkan pemerintah Indonesia ke sekolah-sekolah saat ini hanya Rp59,08 T/tahun, sementara anggaran makan siang gratis mencapai Rp450T/tahun.
Jadi tidak mungkin Dana BOS yang saat ini digelontorkan akan digunakan untuk membiayi makan siang gratis, karena itu berarti menghentikan layanan pendidikan,” tegas Mansur.
Di samping itu, makan siang gratis berpotensi mubazir ketika anak menolak memakannya karena beragam alasan. Dari hasil kajian Pisa (Desember 2023), Indonesia tidak termasuk negara yang anak-anaknya mengalami kekurangan makan, terutama anak Indonesia yang sedang bersekolah di semua jenjang Pendidikan saat ini tidak termasuk yang mengalami kekurangan makan.
“Selain itu, orang tua yang lebih paham makanan kesukaan anaknya dan dapat memasak sendiri sehingga lebih bersih, bergizi dan sehat. Program makan siang gratis dengan dengan menu yang disamaratakan, pasti sangat sulit diterima anak dengan beragam alasan, seperti tidak suka, alergi makanan tertentu, dan lain-lain. Bisa-bisa makan siang gratis itu tidak dimakan oleh anak, kemungkinan dibuang dan mubazirlah uang negara,” ujarnya.
Mansur menegaskan, menurut FSGI, jika anggaran makan siang gratis dibebankan pada dana BOS, baik itu BOS Reguler, BOS Kinerja, maupun BOS Afirmasi, maka pembiayaan Pendidikan akan tergerus, Pendidikan berkualitas tidak akan tercapai. (ron)