Taliwang (Suara NTB) – Pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat sejauh ini belum mabdiri. Data Dinas Perikanan setempat, sekitar 30 persen kebutuhan harian masyarakat akan salah satu sumber protein hewani itu masih dipasok dari luar daerah.
“Produksi kita sekarang kisaran 70 persen dan sisanya masih datang dari luar daerah,” kata kepala Dinas Perikanan KSB, Noto Karyono.
Noto menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan itu dilakukan lewat kegiatan tata niaga. Selama ini pelakunya adalah masyarakat KSB sendiri. Para pedagang melakukan pembelian di luar daerah kemudian menjualnya kembali ke konsumen. “Yang artinya kalau dari sisi ekonominya, masyarakat KSB tetap yang menguasainya,” klaimnya.
Noto menyatakan, pihaknya selama ini terus menggenjot peningkatan produksi nelayan setempat. Caranya dengan mengoptimalisasi sumber daya yang tersedia melalui pemanfaatan alat tangkap dan budidaya.
Lewat upaya tersebut, perlahan hasilnya mulai terlihat. Salah satunya kata Noto terjadi pada nelayan desa Banjar, kecamatan Taliwang. Dimana nelayan desa Banjar dalam beberapa tahun terakhir jumlah produksi ikannya mengalami peningkatan drastis berkat pemanfaatan sampan penangkapan ikan yang dapat dioperasikan di perairan lepas pantai.
“Mereka sistemnya trip. Mereka turun melaut selama beberapa hari sehingga memungkinkan dapat menangkap ikan dalam jumlah banyak,” beber Noto.
Dari aktivitas penangkapan sistem trip itu, Noto melanjutkan, pendapatan nelayan desa Bajar naik drastis. “Pendapatan harian mereka dikisaran 50 kilo sampai 150 kilogram/hari. Kalau diuangkan bisa Rp3 juta/trip satu nelayan,” ungkap mantan Kabag Pemerintahan Sekeretariat Daerah ini.
Selanjutnya Noto menyampaikan, sebenarnya jumlah produksi ikan nelayan KSB bisa memenuhi kebutuhan harian masyarakat. Hanya saja terdapat beberapa jenis tangkapan ikan nelayan yang tidak dapat dijangkau oleh masyarakat karena harganya tinggi. Ikan-ikan itu kemudian menjadi komoditas ekspor nelayan ke luar daerah selama ini.
“Contoh ikan tenggiri, kerapu, cumi dan gurita. Tidak banyak yang dijual untuk pasar lokal karena harganya mahal. Makanya nelayan kita menjualnya ke luar daerah untuk pasar ekspor,” sambung Noto.
Sementara itu produksi perikanan budidaya, Noto menyebut, sementara ini diakuinya masih terbatas. Hal ini dikarenakan masih mininnya masyarakat yang tertarik menggeluti bisnis perikanan darat tersebut. “Jadi yang paling banyak masyarakat kita adalah nelayan laut dan kemudian yang bergelut pada tata niaganya. Mudah-mudahan dengan semakin banyaknya program yang kita luncurkan minat masyarakat akan perikanan budidaya ini terus meningkat sehingga kebuhan konsumsi kita bisa kita penuhi sendiri bahkan bisa memasok ke daerah lain juga,” harapnya. (bug)