Mataram (Suara NTB) – Mantan Walikota Bima periode 2018-2023, H. Muhammad Lutfi selaku terdakwa di kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp1,9 miliar mengklaim dirinya menjadi korban politik di kasus tersebut. “Saya di akhir masa jabatan ingin diberikan penghargaan oleh majalah Tempo sebagai apresiasi tokoh Indonesia. Tetapi saya dihadang oleh lawan-lawan politik,” ucapnya saat ditemui wartawan usai persidangan, Jumat 22 Maret 2024 malam.
Upaya penghadangan yang dilakukan lawan politik tersebut karena tidak rela dirinya akan kembali menjabat sebagai Walikota. Lutfi turut mengklaim dirinya tidak bisa dikalahkan oleh mereka (lawan politik) sehingga mereka menempuh cara seperti ini. “Saya ini yakin tidak bisa dikalahkan oleh mereka (lawan politik), sehingga mereka menempuh cara-cara seperti ini,” bebernya.
Lutfi pun tidak menampik bahwa banyak kebohongan yang ada dan direkayasa, oleh orang-orang yang dihadirkan sebagai saksi. Bahkan kontraktor-kontraktor itu sebagian besar orang mereka (lawan politik) salah satunya baba ngeng (Mulyono). “Masalah ini terjadi karena adanya lawan politik yang ingin menjatuhkan nama baik dirinya. Itu dulu ya, nanti akan kita sampaikan lagi,” ucapnya.
30 Saksi Meringankan
Penasihat hukum terdakwa, Abdul Hanan mengaku akan menghadirkan 30 orang saksi yang meringankan (a de charge) di persidangan berikutnya untuk membuat kasus ini menjadi terang benderang. “Kami sudah hitung-hitung itu sudah ada sekitar 30 orang saksi meringankan yang akan dihadirkan di persidangan berikutnya,” kata Hanan kepada wartawan, Jumat, malam.
Saksi meringankan itu akan dihadirkan setelah pemeriksaan dari saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Apalagi kesempatan JPU untuk menghadirkan saksi tunggal satu kali persidangan meskipun yang sudah diperiksa baru 50 orang saksi dari 90 orang yang masuk dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
“Mungkin hari Jumat menjadi kesempatan kami untuk menghadirkan saksi yang meringankan termasuk dari 30 orang itu ada juga dari saksi ahli,” sebutnya. Hanan pun meyakinkan, hingga saat ini JPU belum bisa menunjukan fakta hukum yang bisa menjerat kliennya. Sebab dari keterangan sejumlah saksi dan fakta persidangan hanya fikiran orang saja yang mengkaitkan dengan Walikota.
“Tidak ada fakta hukum yang menyatakan atau bukti secara materil terkait keterkaitan Walikota atau perintah Walikota secara langsung itu tidak ada,” tukasnya. (ils)