Mataram (Suara NTB) – Harga kopi robusta di NTB belakangan melejit, tembus Rp60.000 perkilo, dipicu tingginya permintaan dari dalam dan luar negeri. Kenaikan harga kopi ini justru membuat para eksportir gigit jari. Kenaikan harga kopi di NTB dipicu promosi kopi NTB pada kegiatan pameran kopi terbesar di dunia, Coffex Istanbul yang diselenggarakan di Istanbul, Ibukota Negara Turki pada September 2021.
Sebanyak 20 negara berpartisipasi, didominasi negara-negara Eropa saat itu. NTB bahkan menerima pesanan fantastis 1.450 ton. Lalu Thoriq, salah satu eksportir kopi di NTB, menyembut, mata dunia tengah tertuju kepada NTB sebagai penghasil kopi. Ibaratnya, setelah jendela NTB dibuka di mata dunia, perhatian buyer tertuju kepada NTB.
“Sejak pameran itu, akhirnya semua buyer dari berbagai negara di dunia, nyari kopinya di NTB. Karena ditau kita sebagai daerah penghasil. Tidak saja dari luar negeri, permintaan dari dalam negeri juga sangat tinggi. Tidak sesuai suplay dan demand,” kata pemilik UD. Berkah Alam ini, Selasa (2/4).
Karena tingginya permintaan kopi ini, Lalu Thoriq yang biasanya mengekspor ke Korea Selatan, kini tidak lagi dapat memenuhi pesanan dari luar negeri.
“Sekarang saya hanya bisa memasok 5 ton ke Korea. Angkat tangan saya, karena harga kopi di sini tinggi sekali. Sementara harga pembelian di luar negeri tidak naik,” ujarnya.
Diketahui, harga kopi green bean (biji kopi mentah) di tingkat petani saat ini Rp55.000 perkilo saat ini, di pasaran tembus Rp60.000 perkilo. Sementara itu, pembelian di luar negeri di kisaran 2,5 US Dolar. Jika nilai dolar AS dikonversi dengan nilai tukar Rp15.000 per Dolar AS, maka 1 Kg kopi di luar negeri harganya Rp37.500, atau jika harganya biasanya hingga Rp50-an ribu perkilo, itupun eksportir tetap tak mendapatkan keuntungan apa-apa.
“Harga pembelian di luar negeri tetap stabil. Disini naik harga dari petaninya. Mau dapat apa. Kalaupun di luar negeri harga kopi Rp60.000, belum berani kita ekspor. Makanya saya stop pengiriman ke luar negeri,” imbuhnya. Lalu Thoriq menambahkan, kenaikan harga kopi di tingkat bawah ini harus menjadi catatan.
Menurutnya, kenaikan harga ini tidak serta merta dinikmati petani. Justru yang menikmatinya adalah pengepul-pengepul kopi. Hanya sedikit petani kopi yang mendapatkan dampaknya, itupun yang punya stok kopi. Karena tidak menjual seluruh hasil kopinya langsung. “Petani kebanyakan sudah jual dari awal ke pengepul. Dengan sistim ijon. Malah jualnya dibawah harga Rp20.000 perkilo. Jadi yang kaya raya sekarang pengepul kopi,” demikian Lalu Thoriq. (bul)