spot_img
Minggu, Desember 15, 2024
spot_img
BerandaNTBDOMPUTerjebak Sistem Ijon, Petani Belum Merasakan Dampak Perbaikan Tata Niaga Kopi

Terjebak Sistem Ijon, Petani Belum Merasakan Dampak Perbaikan Tata Niaga Kopi

Dompu (Suara NTB)- Wilayah lereng Gunung Tambora, termasuk salah satu daerah penghasil kopi di NTB. Wilayah Tambora banyak menghasilkan kopi jenis robusta dan dikenal memiliki cita rasa berkualitas tinggi. Harga jual biji kopi saat ini sedang tingginya. Namun belum banyak memberi dampak bagi perbaikan penghasilan petani.

Banyaknya petani yang terjebak sistem ijon dan kebunnya digadaikan, membuat petani tidak bisa mendapatkan keuntungan atas kepemilikan kebun kopi. ‘’Jujur, kopi belum banyak memberikan kemakmuran bagi masyarakat. Karena itu tadi, banyak yang terjebak sistem ijon,’’ ungkap Bambang, petani Kopi Tambora asal Desa Dedindi, Kecamatan Pekat, Minggu (21/4) kemarin.

Yang merasakan dampak terhadap perbaikan harga kopi saat ini, diakui Bambang, hanya mereka yang fokus mengurus budidaya kopi. Itupun jumlahnya tidak banyak. Mereka ini secara telaten merawat kebun kopinya dengan memagari dan melakukan perawatan secara intensif kebun kopinya.

Bambang sendiri memiliki 4 ha kebun kopi di lereng Gunung Tambora. Kebunnya ini sudah dipagari dengan pagar hidup dan dilapisi kawat berduri. Ia merawatnya 3 kali setahun, sehingga pertumbuhan kopinya sehat dan produksinya baik. “Harga biji kopi saat ini sungguh menggembirakan. Buah kopi juga sedang bagus – bagusnya,” ungkap Bambang.

Dengan perawatan yang intens, kebun kopinya seluas 4 ha ini bisa menghasilkan biji kopi kering rata – rata 4 – 5 ton setiap kali panen. Biji kopi ini biasanya dipanen 3 kali setahun sesuai masa matangnya buah kopi. Usia panen biji kopi 8 hingga 10 bulan. Setiap berbuah, kopi akan diikuti dengan pucuk yang sedang berbunga.
Masa berbunga pertama kopi biasanya pada Agustus untuk bunga pertama, baru September, dan Oktober. Bunga kopi ini dipanen setelah menjadi kopi yang matang yaitu pada Juni, Juli, dan Agustus.

Dengan tuntutan perawatan dan semakin terbatasnya pohon pelindung, kata Bambang, banyak petani di sekitar lereng Tambora terjebak pada sistem ijon dan menggadaikan kopinya. Ada juga yang mengganti tanaman kopi dengan jagung. “Sekarang sudah semakin berkurang kebun kopi. Banyak yang berganti jagung. Malah mereka sekarang menyesal, karena jagungnya tidak menghasilkan akibat curah hujan yang tidak menentu. Sementara harga kopi sedang baik – baiknya,” ungkap Bambang.

Selain memiliki kebun kopi sendiri, Bambang juga menekuni pengolahan biji kopi. Ia pun memiliki bubuk kopi yang dinamainya dengan Mirah Coffe. Ada 3 jenis biji kopi yang diolahnya. Kopi rakyat dengan kualitas 60 persen kopi matang dan 40 persen kopi setengah matang. Saat ini harga jual biji kopi keringnya Rp.60 ribu per kg.

Ada juga kopi natural dengan harga jual Rp.100 ribu per kg. Kopi ini merupakan biji kopi pilihan dan proses pengeringannya tidak seperti kopi rakyat. Kualitas tertinggi itu kopi wine dengan harga jual biji keringnya Rp.150 ribu per kg. Kopi wine ini memiliki berbagai cita rasa. Karena selain dari biji kopi pilihan, juga melalui proses pengolahan yang panjang dan telaten.

Untuk bubuk kopinya sendiri dengan berat 200 gram. Untuk kopi rakyat biasanya dijual Rp.25 ribu per bungkus. Kopi natural harganya Rp.40 ribu bungkus, dan kopi wine harganya Rp.50 ribu per bungkus. (ula)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO