Tanjung (Suara NTB) Penumpukan penumpang di Pelabuhan Gili Trawangan, kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, dikeluhkan wisatawan. Kondisi kepadatan yang seolah tak terurai itu sampai dibagikan ke platform media sosial dengan beragam tanggapan.
Informasi yang dihimpun koran ini, penumpukan penumpang mulai terlihat sejak diterapkannya pungutan retribusi masuk kawasan wisata melibatkan asosiasi kapal cepat – Akacindo. Asosiasi yang berkantor pusat di Bali ini, menjadi mitra resmi Pemda KLU untuk memungut besaran PAD masuk kawasan wisata yang bervariasi, yaitu Rp 20 ribu dari wisman (dewasa), Rp 10 ribu dari Wisdom (dewasa) dan Rp 5 ribu dari penumpang anak-anak. Penarikan retribusi melibatkan Akacindo tersebut fokus pada penumpang Fast Boat rute Bali – Gili Tramena.
Warga Gili, Andre, kepada koran ini mengakui penumpukan penumpang di Pelabuhan seolah menjadi pemandangan biasa. Pasalnya, kondisi tersebut berlaku setiap hari. Masalahnya kata dia, muncul akibat lamanya proses penarikan retribusi tiket di pintu masuk dan keluar (pelabuhan).
“Memang kondisinya tidak cukup ruang tunggu. Standar fasilitas yang disediakan kurang memadai, sehingga penumpang menumpuk di dermaga,” ujar Andre.
Ia melanjutkan, penumpukan wisatawan di Pelabuhan bisa cukup lama. Waktu yang dihabiskan bisa berlangsung antara 1 jam sampai 2 jam. Mengingat tamu yang datang saat check ini, diproses di Pelabuhan. Di saat bersamaan, tamu yang keluar dari Gili Trawangan juga harus menunggu di lokasi yang sama. Bahkan untuk menunggu Fast Boat keluar, wisatawan bisa menghabiskan waktu sampai 2 jam. “Minimal 2 jam, datangnya pas check in, terus nunggu boatnya 1 sampai 2 jam.”
“Semenjak tax island ini diberlakukan malah tambah crowded. Maka sangat wajar menjadi bahan keluhan wisatawan asing. Karena SOP-nya belum terkelola secara baik,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Lombok Utara, Parihin, S.Sos., yang dikonfirmasi mengaku tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan pelabuhan Gili Trawangan. Pasalnya, kendali daerah hanya ada pada 3 Pelabuhan kecil yaitu, Teluk Nara, Gili Meno dan Gili Air.
“Untuk Bangsal dan Trawangan di bawah tanggung jawab Provinsi, (sedangkan) Teluk Nara, Gili Air dan Meno dikelola sama kita di Kabupaten,” imbuhnya.
Kesempatan terpisah, Ketua DPRD KLU, Artadi, S.Sos., ikut mengomentari kondisi tersebut. Pihaknya berharap, Pemprov NTB selaku pemegang kewenangan di Pelabuhan Gili Trawangan dapat mengambil langkah penanganan yang cepat.
“Harapan kita Dishub Provinsi dapat mengurai kepadatan di Pelabuhan karena berkaitan dengan image wisatawan saat berkunjung,” ucapnya.Dibandingkan dengan fasilitas pelayana serupa seperti di Bali, Artadi mengakui selama kungker menggunakan Boat dari dan ke Bali, pihaknya tidak mendapati ada penumpukan penumpang di dermaga. Ia pun mendorong agar Pemda dapat menerapkan hal serupa agar KLU dan Provinsi pada umumnya terhindar dari kesan negatif wisawatan.
“Kalau kita pakai boat ke Bali dan dari Bali, ndak pernah sampai antre 2 jam karena jadwal penyeberangan, biasanya boat tepat waktu.”
“Bahkan sedang kita diskusikan untuk para penumpang yang pulang dari Gili mau ke Bali supaya tidak antri atau tidak numpuk di dermaga atau pelabuhan, kita rencanakan untuk dibangunkan terminal di Gili atau di masing-masing pelabuhan karena dermaga kita di Gili Trawangan sempit sehingga harus ada terminal untung para wisatawan yg mau nyebrang ke Bali,” pungkasnya. (ari)