Tanjung (Suara NTB) – DPRD Kabupaten Lombok Utara menyoroti belum terpenuhinya angka penurunan kemiskinan dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2023 lalu, angka kemiskinan hanya turun 0,12 persen dari target 1,00 persen. Sedangkan secara jumlah penduduk miskin, warga yang tergolong miskin juga lebih tinggi yakni 25,80 persen dibandingkan target 24,99 persen.
“Salah satu penyebab tidak terpenuhinya target penurunan angka kemiskinan, menurut kami karena program Pemda untuk masyarakat inklusif masih kurang tajam. Belanja modal untuk fisik gedung masih cukup besar dibandingkan anggaran pemberdayaan kepada masyarakat,” ungkap Ketua Fraksi Gerindra, Hakamah, S.Kh., Senin 1 Juli 2024.
Ia menilai, Pemda perlu mempertajam program pemberdayaan kepada masyarakat terutama di kantong-kantong yang menjadi penyumbang kemiskinan. Sejauh ini, pihaknya hanya melihat, program untuk masyarakat cenderung dalam bentuk hibah. “Analoginya, masyarakat selalu kita beri ikan, tapi kita lupa memberi kail,” ucapnya.
Ia menyambung, program yang menyentuh kepada kebutuhan masyarakat dan sifatnya berkelanjutan perlu diperbanyak. Misalnya, pemberian bibit ternak kepada masyarakat, baik itu kambing maupun sapi.
Hakamah menegaskan, besaran APBD pada tahun 2023 lalu cukup signifikan yakni di atas Rp 1 triliun. Sehingga, perencanaan program dan penganggaran kepada kebutuhan masyarakat belum sinkron.
Ia membandingkan, di awal-awal Lombok Utara, penurunan kemiskinan bisa mencapai di atas 1 persen bahkan 2 persen. Padahal pagu APBD yang dimiliki Lombok Utara saat itu hanya berkisar Rp 600 – Rp 800 miliar.
“Jangan sampai perencanaan program untuk masyarakat menjadi semakin mundur. APBD yang cukup besar harus linier untuk penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.
“2 tahun terakhir kemarin (2022-2023), pagu untuk fisik kantor Bupati dan kantor OPD sangat besar. Andaikata dalam pembangunannya melibatkan masyarakat lokal sebagai buruh, tentu dampaknya terhadap ekonomi daerah akan positif,” tandasnya. (ari)