Giri Menang (Suara NTB) – Dari data Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Lombok Barat (Lobar) mencatat ada ratusan anak menikah di bawah umur sepanjang tahun 2023 lalu. Meski demikian angka kasus ini diklaim menurun.
DP2KBP3A menyebut, dari 2.000 lebih pernikahan yang ada di Lobar, hanya sekitar 7 persen kasus pernikahan anak yang ada di Lobar. “Angka pernikahan anak pada 2023 ada 178 dari 2.000 an pernikahan, itu hanya sekitar 7 persen,” kata Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak (P2A) DP2KBP3A Lobar Mustilkar.
Ia menjelaskan, angka pernikahan 7 persen tersebut masuk dalam kasus yang sudah dilaporkan, karena semua proses pernikahan harus dilaporkan.
Sedangkan, untuk pendataan dari tim DP2KBP3A langsung turun ke lapangan untuk pendampingan pencegahan stunting. Menurut datanya, turun dari 2022 ke 2023 dari 16 persen ke 7 sekian persen. Dengan angka tersebut, dirinya merasa keberatan jika kasus pernikahan anak disebut marak terjadi di Lobar. “Itu menurun. Kalau dibilang marak juga kami kurang setuju. Karena kalau marak itu setiap hari,” terangnya.
Untuk kecamatan dengan angka tertinggi menurutnya ada di tiga Kecamatan. Seperti di Narmada, Lingsar, dan Sekotong.
Dan dari kasus tersebut tidak ada yang melanjutkan sekolah dengan rentan usia 16 tahun sampai 18 tahun. “Ada yang SMP dan SMA, yang paling banyak SMA. Kami pernah berhasil membelas 50 kasus, dan 7 nya sudah tidak dapat dibelas,” jelasnya.
Menurutnya, aturan ini sudah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) pada tahun 2018 nomor 30 tentang Pencegahan Pernikahan Anak. Yang selanjutnya, pada 2019 diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) terkait hal tersebut. Meski di desa saat ini belum ada peraturan desa (perdes) atau lembaga perlindungan anak tetapi kepala desa (kades) tetap melakukan pencegahan.
“Sudah ada komitmen dari kades dan perangkat desa lainnya, hampir semua desa. Sudah banyak upaya yang dilakukan meskipun tanpa kelembagaan,” ucapnya.
Mustilkar berharap pemerintah desa bisa membuat aturan turunan dari perda, yang mengatur soal pernikahan di bawah umur seperti Perdes atau Perlindungan Anak. Seperti yang dilihat, alasan masyarakat memilih menikah di bawah umur yakni adat merarik dan alasan agama.
Kemudian, ada beberapa kasus yang diakuinya kadus yang nekat menikahkan anak di bawah umur. Menurutnya hal tersebut akan segera ditindaklanjuti. Jika sudah ditegur tiga kali, namun tidak mengindahkan akan dilaporkan. Sejauh sudah ada yang dilaporkan, namun kasusnya belum tuntas. (her)