Tanjung (Suara NTB) – DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU) meminta Pemda KLU tidak sekedar “memaksakan” kebijakan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam pemenuhan air bersih di Dusun Gili Meno, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang. Lebih dari itu, Pemda harus merencanakan, melaksanakan dan mengawasi proses KPBU agar tidak menimbulkan masalah lingkungan seperti di Gili Trawangan.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi II Bidang Ekonomi dan Pariwisata DPRD KLU, Hakamah, S.KH., Minggu, 14 Juli 2024.
Menurut dia, KPBU dengan manggandeng PT. Tiara Cipta Nirwana (TCN) hanyalah solusi jangka panjang yang bersifat alternatif. Sebab ia melihat, Pemda mengambil opsi itu dengan kecenderungan proses distribusi lebih cepat.
“Kami berasumsi, proses distribusi bisa lebih cepat karena Pemda melalui PDAM bisa memperoleh air dari sumber yaitu TCN. Tentu, ini berjalan setelah TCN mengakuisisi aset PT. BAL yang sudah terpasang di Gili Meno,” ungkap Hakamah.
Politisi sekaligus Ketua OKK DPC Partai Gerindra KLU ini menyatakan, opsi tersebut bukan tidak baik bagi Pemda maupun masyarakat. Pasalnya, masyarakat sudah menegaskan melalui petisi, bahwa meraka menolak air bersih melalui konsep KPBU sejenis dengan Gili Trawangan. Masyarakat sebagai konsumen sekaligus objek yang membayar tarif dan beban air PDAM, harus dipertimbangkan secara matang.
“Kondisi pariwisata di Gili Trawangan dan Gili Meno berbeda, begitu pula kondisi ekonomi masyarakat di kedua pulau. Sehingga secara tarif, KPBU di Trawangan dan KPBU di Meno, harus dibedakan,” tegasnya.
Menurut dia, klausul kontrak antara Meno dan Trawangan agar dipisahkan. Sebab secara mekanisme operasional air bisa saja berbeda. Di Gili Trawangan, operasional air bersih dilakukan melalui SWRO murni, namun di Gili Meno, bisa saja perusahaan melakukan pengeboran.
“Saran kami, Pemda tidak ujug-ujug menetapkan satu Perbup tarif air yang sama untuk masyarakat di 2 Gili yang berbeda. BPKP kami harapkan ikut memantau tahapan pengenaan tarif ini, sebab kontrak TCN yang berlaku 30 tahun, mungkin hanya layak diterapkan di Gili Trawangan,” jelasnya.
Selain itu, Hakamah juga berharap kepada instansi vertikal yang berwenang menjaga isu lingkungan untuk tetap konsisten pada substansi objek yang dilindungi, baik terumbu karang, maupun habitat umum di kawasan konservasi.
“OPD memiliki kewenangan terbatas dalam mengawal aspek lingkungan. Tidak semua masalah yang timbul akibat investasi bisa ditindak oleh daerah. Sehingga kita berharap BKKPN Kupang maupun PSDP Benoa Bali mengawal secara ketat,” tandasnya. (ari)