spot_img
Jumat, November 22, 2024
spot_img
BerandaPENDIDIKANHasil PPDB Menunjukkan Masih Terjadi Kesenjangan Antarsekolah

Hasil PPDB Menunjukkan Masih Terjadi Kesenjangan Antarsekolah

Mataram (Suara NTB) –  Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025 untuk jenjang SMP maupun SMA sederajat masih menunjukkan kesenjangan antarsekolah. Hal itu dapat dilihat dari adanya sekolah yang menerima siswa lebih dari daya tampung yang tertera di petunjuk teknis. Sedangkan, ada juga sekolah lainnya yang menerima siswa kurang dari daya tampung.

“Kesenjangan jumlah siswa betul-betul terjadi saat ini, antara sekolah negeri dengan negeri, terjadi karena perbedaan mutu sekolah. Kesenjangan jumlah siswa sekolah negeri denga swasta, karena kebijakan penambahan kuota oleh Dinas Pendidikan untuk sekolah negeri, (berdampak) mengurangi jumlah peminat di sekolah swasta,” ujar Pengamat Pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram (FKIP Ummat), Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si.

Oleh karena itu, Nizaar menyarankan, penambahan jumlah sekolah negeri harus diimbangi dengan penambahan kualitas dan spesifikasi sekolah. Misalnya masing-masing sekolah dirancang dan didorong untuk memiliki keunggulan-keunggulan yang berbeda.

Selain itu, agar sekolah swasta tidak semakin terpuruk dengan jumlah siswa yang terus menurun, maka perlu adanya pembatasan jumlah kuota siswa di sekolah negeri. “Jika tidak ada pembatasan maka sekolah negeri pun sebenarnya kewalahan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, karena rombongan belajar (rombel) siswa banyak, berdampak pada kualitas layanan dan kualitas luaran siswa,” jelas Nizaar.

Sebelumnya ia juga menyampaikan, sampai hari ini sistem zonasi belum memberikan dampak sesuai dengan tujuan dari penerapan sistem zonasi oleh pemerintah sejak tahun 2017.

“Sistem zonasi diharapkan mampu meratakan kualitas pendidikan di setiap daerah, sehingga anak-anak bisa sekolah di wilayah tempat tinggal terdekat masing-masing. Namun karena kualitas sekolah sangat berbeda-beda, sehingga kebijakan tersebut mengecewakan masyarakat. Bagi orang tua yang menginginkan anaknya di sekolah dengan kualitas terbaik, tidak dapat menyekolahkan anaknya di sekolah yang diharapkan,” jelas Nizaar.

Nizaar menyarankan, pemerataan pendidikan perlu difokuskan pada infrastruktur akses ke sekolah yang perlu diperbaiki. Perbaikan ini perlu dilakukan agar mudah diakses oleh masyarakat.

Di samping itu, sarana dan prasana sekolah perlu diperhatikan agar proses pembelajaran memiliki standar yang sama. “Bantuan-bantuan untuk sekolah yang lemah perlu ditingkatkan agar sekolah mampu tumbuh dan berkembang,” sarannya.

Tak kalah pentingnya, kualitas guru perlu dijaga, karena garda terdepan layanan pembelajaran dilakukan oleh guru. “Guru-guru berkualitas akan memberikan kualitas pembelajaran yang berkualitas,” pungkasnya.

Persoalan Berulang

Meski PPDB zonasi sudah berjalan selama tujuh tahun, tetapi persoalan PPDB zonasi di NTB dan di Indonesia secara umum terus berulang, termasuk pada PPDB tahun ajaran 2024/2025 ini. Pada PPDB zonasi jenjang SMA tahun ajaran 2024/2025 ini, masih ada siswa yang tidak lulus di SMA yang berada satu zonasi dengan tempat tinggalnya. Jumlahnya mencapai ratusan orang. Belum lagi, adanya dugaan siswa titipan di sekolah tertentu yang terus mencuat setiap tahunnya.

Persoalan lainnya, ada sekolah yang menerima siswa melebihi daya tampung dari yang tertera di Petunjuk Teknis atau Juknis PPDB. Sedangkan, ada juga sekolah yang masih kekurangan siswa atau kuota siswa barunya belum terpenuhi. PPDB zonasi dianggap belum menjawab masalah kesenjangan kualitas antarsekolah.

Pemerhati pendidikan yang juga Ketua Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) NTB, Mansur mengatakan, seharusnya setelah tiga tahun program PPDB zonasi dilaksanakan, sedikit demi sedikit akan terjadi pemerataan mutu sekolah. “Namun masalahnya adalah sistem PPDB sistem zonasi ini tidak dapat berjalan dengan baik,” ujarnya pada pekan lalu.

Wakil Sekjen FSGI ini menjelaskan, secara aturan maupun kebijakannya, PPDB sistem zonasi sebenarnya sudah sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia. Terlebih jika dikembalikan ke tujuan awal zonasi adalah untuk memberikan akses pendidikan yang lebih bagi masyarakat yang berada di sekitar sekolah tersebut. Dalam jangka panjangnya sistem zonasi juga diharapkan akan lebih memeratakan kualitas sekolah, sehingga tidak akan terdapat perbedaan ekstrem pada sekolah yang dianggap favorit dan sekolah yang dipandang biasa.

Menurut pihaknya, masalah PPDB zonasi yang belum optimal bukan pada aturannya, tetapi lebih kepada sebagian besar orang tua yang masih keukeuh dan terobsesi untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah favorit. Hal ini diperparah lagi dengan dugaan keterlibatan oknum pejabat dan atau tokoh masyarakat yang ikut-ikutan mendukung keinginan orang tua seperti itu.

“Jadi sepertinya masalah ada pada kesiapan mental dan buadaya masyarakat yang belum memahami kualitas pendidikan secara benar, bukan karena aturannya yang kurang baik. Oknum pejabat dan tokoh masyarakat cenderung menjadi tempat titipan siswa bagi orang tua yang berkeluarga atau yang sanggup memberikan imbalan,” jelas Mansur. (ron)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO