Mataram (Suara NTB) – Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Berry Afriansyah Harahap menyampaikan saat ini memasuki era suku bunga kredit rendah.
“Sebelumnya suku bunga kredit sampai 18 persen, sekarang bisa sampai 9 persen,” ungkap Berry saat bincang-bincang dengan media di Mataram, Rabu, 24 Juli 2024.
Berry menambahkan, rendahnya suku bunga kredit ini dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, faktor persaingan antar lembaga keuangan. Lembaga keuangan memberikan kelunakan kepada masyarakat untuk mendapatkan kredit (syarat-syarat mendapatkan kredit dilonggarkan).
“Bahkan beberapa risiko penyaluran kredit mulai diterima perbankan,” katanya.
Selain itu, saat Covid-19 pemerintah melakukan penyelamatan ekonomi dan jiwa dengan menginjeksi dana besar-besaran. Nilainya menurut Berry, seribuan triliun yang digunakan untuk pembelian obat-obatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat agar ekonomi cepat recovery.
“Dampaknya, uang yang ada di masyarakat masih banyak,” katanya.
Pada situasi ini, masyarakat dapat memanfaatkan keadaan ini untuk mendapatkan kredit dari lembaga-lembaga keuangan. Yang dapat dimanfaatkan untuk penguatan modal, ekspansi usaha. Sehingga rantai ekonomi menjadi bergerak. Tenaga kerja terserap, dan investasi meningkat.
“Tetapi tidak seterusnya suku bunga kredit rendah ini bagus, kalau terlalu rendah suku bunga, valuta asing makin banyak keluar. Karena itu, Bank Indonesia tetap berupaya menjaga keadaannya tetap stabil,” tambahnya.
Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Juli 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00%.
Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, termasuk untuk memperkuat efektivitas stabilitas nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk modal asing.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran. (bul)