PEMPROV NTB menyatakan bahwa program zero waste yang telah berjalan selama lima tahun terakhir masih tetap dilaksanakan. Pelaksanaan program ini dilakukan dengan pendekatan inovasi dan kolaborasi bersama kabupaten/kota.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB Julmansyah mengatakan, di Kota Mataram misalnya telah terbangun Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) modern di Sandubaya. Kemudian tahun depan Pemkot Mataram akan kembali membangun TPST di Kebon Talo.
Dengan demikian, residu yang akan dibuang akan jauh lebih berkurang. Sehingga, kedepannya memungkinkan Kota Mataram tidak bergantung lagi dengan Tempat Pembuangan Akhir Regional (TPAR) Kebon Kongok.
Selanjutnya, zero waste juga muncul dalam bentuk respons dari kabupaten/kota berupa lahirnya peraturan bupati (Perbub) dan peraturan walikota (Perwali) terkait dengan pembatasan tas kresek di retail modern. Termasuk inovasi berupa pengelolaan sampah organik untuk menekan kasus stunting.
“Inovasi yang sedang kami siapkan sekarang bersama BUMN PT. Pegadaian melalui tanggung jawab sosial lingkungan mendorong pengelolaan sampah organik untuk menekan stunting. Jadi sampah organik dengan metode biokonversi ulat maggot. Ulat maggot itu menjadi pengganti pelet pakan ikan air tawar dan unggas. Pola tersebut lebih efisien sampai 50 persen dari biaya pembelian pakan ternak pabrik,” kata Julmansyah kepada Suara NTB, Rabu, 24 Juli 2024.
Ia mengatakan, sampah pasar yang begitu banyak di daerah ini dapat diambil oleh rumah maggot yang menjadi sumber pakan ternak dengan metode bioflok. Maggot yang dihasilkan dari sampah pasar itu bisa menjadi sumber pakan ikan dan ternak.
Model seperti ini telah didorong di desa di Lombok Tengah yang sukses mengelola sampah yaitu di Desa Semparu serta Desa Rato Kecamatan Bolo Bima. Kedua desa ini akan menjadi menjadi role model. Sehingga masyarakat miskin yang memiliki anak stunting bisa didahulukan mendapatkan program bioflok. Dengan kata lain, keluarga miskin yang memiliki keluarga stunting akan diajarkan untuk melakukan budidaya ikan air tawar.
“Sementara kasgot (sisa pencernaan yang dihasilkan oleh larva maggot) yang nutrisinya banyak itu menjadi pupuk untuk organic farming. Dengan inovasi ini kita menyediakan akses yang mudah terhadap protein nabati dan protein hewani untuk masyarakat miskin dan penderita stunting,”imbuhnya.
Jumlah rumah maggot yang menjadi binaan DLHK NTB sebanyak 44 unit. Ini setara dengan 6 ton sampah organik per hari. Sehingga program zero waste dengan begitu banyak ragam dan bentuknya diharapkan bisa mengurangi pembuangan sampah ke landfill di TPAR Kebon Kongok.
“Kita berharap pemda kabupaten yang lain mengadopsi pola ini untuk menurunkan angka stunting dan kemurunkan angka kemiskinan,” katanya.(ris)