Sumbawa Besar (Suara NTB)- Penyidik pidana khusus pada Kejaksaan Negeri Sumbawa, melakukan penahanan selama 20 hari terhadap tersangka Amrin di kasus dugaan korupsi penjualan tanah di Labuhan Jambu, Kecamatan Tarano tahun 2019 lalu.
“Jadi, tersangka Amrin sudah kita tahan setelah ditangkap tim tangkap buronan di Tolitoli untuk kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata Kasi Intelejen Kejari Sumbawa, Zanuar Irkham kepada Suara NTB, Kamis 1 agustus 2024.
Zanuar melanjutkan, saat ini berkas perkara milik tersangka sudah mencapai 90 persen tinggal disusun untuk dilakukan tahap satu. Bahkan untuk proses tahap satu diyakini tidak membutuhkan waktu lama sehingga bisa langsung dilakukan tahap dua dan pelimpahan ke pengadilan.
“Paling lambat beberapa minggu kedepan berkas perkaranya sudah kita lakukan tahap satu untuk melengkapi petunjuk dari Jaksa peneliti,” ucapnya.
Zanuar menegaskan bahwa tersangka Amrin berperan sebagai orang yang menjual tanah seluas 13.092 meter persegi ke Pemerintah Desa Labuhan Jambu. Namun faktanya tanah dengan SPPT Nomor 52.04.20.010.027-0044.0 tertera nama Mahmud Hasym dan pemilik sebenarnya Nur Wahidah berdasarkan sertifikat hak milik nomor 13 dengan surat ukur nomor 3171 tahun 1982.
“Tanah tersebut hingga saat ini masih dalam penguasaan Nur Wahidah termasuk surat-surat kepemilikan tanah tersebut masih berada di tangan Nur Wahidah,” ujarnya.
Dia pun melanjutkan, sebenarnya SPPT tidak bisa digunakan untuk proses jual beli tanah apalagi tanah tersebut menjadi aset pemerintah. Karena SPPT bukan sebagai bukti kepemilikan melainkan hanya untuk membayar pajak saja.
“Dia ini turut menikmati uang kerugian negara di kasus itu, karena dia yang menerima pembayaran dari Desa,” ucapnya.
Meskipun kerugian negara di kasus tersebut sudah dipulihkan oleh dua tersangka sebelumnya Muskyl Hartsah dan Asyaga, namun tidak akan menghapus perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka (Amrin).
“Jadi, meskipun kerugian negara sudah dikembalikan, tetapi ini kan proses penyidikan sehingga tidak menghapus perbuatan pidananya. Mungkin nanti di persidangan ada pertimbangan lain dari Jaksa,” sebutnya.
Dalam kasus tersebut Amrin disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 ayal (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pernberantasan Tindak Ptdana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebelumnya di kasus tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, menjatuhkan pidana penjara terhadap Muskyl Hartsah mantan Kades bersama ketua BPD Asyaga, selama 1 tahun penjara
Kedua terdakwa juga dibebankan untuk membayar denda sebesar Rp50 juta. Jika denda tidak dibayarkan keduanya harus mengganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan kurungan.
Dalam vonis tersebut, keduanya tetap dibebankan untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp178,5 juta. Meski keduanya sudah mengembalikan uang tersebut ke negara seluruhnya.
“Membebankan kedua terdakwa untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp89 juta untuk Muskyl Hartsah dan Rp80 juta untuk Asyaga,” dalam amar putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Jarot Widiyatmono (25/5/2023).
Jika kedua terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti tersebut setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh negara. Jika uangnya tidak cukup untuk mengganti, maka dipidana dengan hukuman penjara selama 6 bulan.
Keduanya menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi karena sengaja membeli tanah masyarakat yang bersumber dari APBDes Desa setempat tahun 2019 sebesar Rp178,5 juta.
Namun dalam proses pembelian tersebut kedua terdakwa tidak menggunakan tim appraisal atau penaksiran harga dalam perhitungannya. Kemudian tanah tersebut tidak dibayarkan pada pemilik yang seharusnya. (ils)