Mataram (Suara NTB) – Ruang publik di Kota Mataram belum ramah bagi pejalan kaki. Trotoar banyak dicaplok oleh pedagang kaki lima. Pemerintah dilema mengambil tindakan tegas karena alasan pemberdayaan ekonomi kreatif.
Pantauan Suara NTB, nyaris seluruh ruang publik terutama trotoar di Kota Mataram dipenuhi lapak pedagang kaki lima (PKL). Seperti di Jalan Majapahit, TGH. Faisal, Brawijaya, Panji Tilar, dan lain sebagainya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mataram, Lale Widiahning menjelaskan, pemanfaatan ruang sepanjang daerah milik jalan sebenarnya harus steril dari lapak pedagang kaki lima dan lain sebagainya. Sejauh ini, menjadi kewenangan dari pengampu atau organisasi perangkat daerah seperti Dinas Perdagangan dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Mataram, untuk melakukan penataan atau penertiban. “Kalau kami dari Tata Ruang dan Bina Marga sudah ada aturan bahwa ruang publik harus steril,” terang Lale.
Asosiasi Pedagang Kali Lima (APKLI) sebut Lale, juga harus bertanggungjawab terhadap anggota mereka yang berjualan sembarangan. Penataan dan penertiban sebenarnya sudah dilakukan seperti di Jalan Panji Tilar Negara, Jalan Sudirman, dan Yos Hos Cokroaminoto. “Di antara dua retail modern memang ada sisa lahan disewakan pemilik lahan, tetapi keluar dari zona tanah yang ditempati,” jelasnya.
Diakui, pemerintah dilema menertiban PKL yang mencaplok ruang-ruang publik sebagai tempat berjualan. Pemerintah memberikan ruang untuk beraktivitas untuk mencari rejeki. Akan tetapi, jika melebihi batas dengan memanfaatkan trotoar sebagai tempat berjualan serta tidak tertib pembuangan sampah maka akan ditegur. Kecuali, ada ruang dari trotoar dan kawasan itu diperbolehkan sesuai aturan maka menjadi kewenangan dari kepala daerah.
Untuk penertiban PKL yang tidak tertib akan dikoordinasikan dengan Satpol PP selaku penegak perda. “Sebenarnya kita selalu berkoordinasi dan membuat jadwal terarah untuk selalu menertibkan PKL. Jika teguran pertama dan kedua dilakukan pembongkaran,” jelasnya. (cem)