Mataram (Suara NTB) – Ketua Bawaslu NTB, Itratif menyebutkan dari 10 daerah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi NTB, terdapat tiga daerah yang masuk kategori rawan tinggi pada perhelatan pilkada serentak 2024. Tiga daerah tersebut yakni Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.
“Lombok Tengah selalu muncul dalam kerawanan baik pemilu dan pilkada, begitu juga Kabupaten Bima perlu jadi atensi karena ada dua pasangan calon, termasuk Kota Bima meski ada tiga pasangan calon di sana, kerawanannya sudah mulai muncul,” ungkap Itratif pada peluncuran peta kerawanan Pilkada serentak 2024, di Mataram pada Rabu, 11 September 2024.
Sementara untuk tujuh kabupaten/kota lain di NTB masuk dalam kategori rawan sedang. “Meski tujuh daerah masuk rawan sedang, bukan berarti jajaran Bawaslu nyeyak tidur apalagi Kota Mataram, Dompu, Kabupaten Bima karena ada dua calon. Jadi biasanya pasti ekstrem terjadi kalau dengan dua calon,” terang Itratif.
Ada empat indikator pengaruh kerawanan itu. Mulai tahapan pencalonan, yakni potensi penyalahgunaan kewenangan oleh calon dari unsur petahana, ASN, TNI dan Polri.
Selanjutnya, pada masa kampanye, yakni pada potensi praktik politik uang, pelibatan aparatur pemerintah (ASN, TNI, dan Polri), penggunaan fasilitas negara dalam kampanye dan konflik antar peserta dan pendukung calon.
Kemudian pada pungut hitung, yakni ada pada potensi pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang dan kesalahan prosedur di TPS oleh penyelenggara pemilihan adhoc (KPPS). “Terakhir pada konteks sosial politik, yakni intimidasi, ancaman dan kekerasan secara verbal dan fisik,” ungkapnya.
Lebih jauh, Itratif menambahkan secara umum, jika melihat indikator kerawanan NTB dan urutan secara nasional, pada sosial politik NTB berada di urutan ke-10. Terdapat dua indikator dalam dimensi ini, yakni terjadi peristiwa intimidasi, ancaman dan kekerasan verbal atau fisik, dan perusakan fasilitas umum dan penyelenggara pemilu.
Sedangkan di tahapan pencalonan secara nasional NTB berada di urutan 19. Di sini terdapat dua indikator yang menjadi potensi kerawanannya, yakni indikator berkaitan dengan potensi keberadaan calon petahana, dan calon yang berasal dari ASN/TNI/Polri.
Selain itu sebut Itratif, di tahapan kampanye, NTB itu berada di urutan ke enam secara nasional. Terdapat lima indikator yang menjadi potensi kerawanan pada tahapan ini, yakni kampanye bermuatan SARA, fitnah, hoaks, hasutan dan adu domba, praktik politik uang, pelibatan pemerintah, penggunaan fasilitas negara, serta konflik kekerasan dan ancaman selama kampanye.
Kemudian di pungut hitung, NTB berada diurutan 31 secara nasional. Terdapat empat indikator yang menjadi potensi kerawanan pada tahapan ini. Yakni indikator keberatan saksi yang tidak ditindaklanjuti, potensi PSU, penghitungan suara ulang dan kesalahan prosedur oleh KPPS.
“Jadi secara nasional NTB itu berada pada peringkat ke enam dari 28 provinsi yang masuk dalam kategori rawan sedang. Sedangkan pada peta kerawanan Bawaslu RI, terdapat lima provinsi dengan kategori rawan tinggi, 28 provinsi rawan sedang dan empat provinsi kategori rawan rendah,” pungkasnya. (ndi).