Mataram (Suara NTB) – Pola pengasuhan serta pendidikan agama kepada anak sangat penting. Pasalnya, marak kasus kehamilan anak tanpa hubungan pernikahan di Kota Mataram. Edukasi tentang kesehatan reproduksi perlu dimasifkan di sekolah.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram, Joko Jumadi menyebutkan, enam kasus anak melahirkan tanpa hubungan pernikahan sedang ditangani. Fenomena ini diyakini marak terjadi karena orang tua malu melapor karena dianggap sebagai aib. Faktanya, banyak kasus pembuangan bayi di temukan dan bayi dititipkan di lembaga sosial seperti Paramitha. “Jadi 99 persen anak melahirkan unmarried tanpa pernikahan,” terang Joko.
Permasalahan muncul disebabkan pertama, masalah pengasuhan di keluarga. Pola pengasuhan ini sangat penting diperhatikan oleh orang tua. Kedua, paparan pornografi luar biasa. Hal ini menyebabkan anak di usia sekolah menengah pertama (SMP) telah melakukan hubungan seksual tanpa memikirkan dampaknya.
Ketiga, pendidikan tidak mengambil porsi untuk mengedukasi anak untuk kesehatan reproduksi. Sekolah cendrung bicara akademik tetapi tidak bicara moralitas serta pendidikan karakter dan agama yang dibutuhkan anak. Di sisi lain, pengawasan orang tua juga masih lemah. “Kalau orang tua dulu anaknya belum pulang saat magrib sudah sibuk mencari. Sekarang ini, anak pulang jam 10 malam bahkan tidur dimana orang tua tidak tahu,” kritiknya.
Joko menyebutkan, enam kasus anak melahirkan tanpa hubungan pernikahan diantaranya 4 orang masih sekolah (SMP,red) dan 2 orang baru lulus sekolah menengah atas. LPA mencarikan solusi agar anak yang dilahirkan tetap diasuh oleh anggota keluarga mereka sambil memberikan penguatan kepada korban untuk mau menerima anak itu. Apabila ditolka disarankan diserahkan nenek atau atau keluarga terdekatnya. “Kalau sudah mentok mau tidak mau dicarikan orang tua asuh sesuai aturan pemerintah,” ujarnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram menilai, di institusi pemerintah belum ada dinas khusus menangani soal parenting, sehingga sosialisasi dan edukasi tentang pola pengasuhan tidak berjalan efektif.
Untuk mengantisipasi kasus tersebut, LPA mengintervensi melalui program pencegahan dengan meningkatkan kapasitas guru bimbingan konseling. Menurutnya, guru bimbingan konseling menjadi garda terdepan di sekolah sebagai pengganti orang tua untuk mengingatkan serta menjadi tempat curhat permasalahan yang dialami anak. (cem)