Mataram (Suara NTB) – Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan sekitar 200 hektare lahan pertanian di provinsi itu gagal panen akibat kekeringan.
“Yang gagal panen itu kita hitung ada 1,62 persen atau sekitar 1.400 ton. Kalau di konversi luas lahan yang terdampak itu ada 200 hektare dari total 242 ribu hektare luas area tanam di NTB,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTBÂ Taufieq Hidayat di Mataram, Jumat.
Ia mengakui meski ada sekitar 200 hektare lahan pertanian yang mengalami gagal panen akibat kekeringan, hal itu belum sampai mengganggu ketersediaan atau stok pangan di NTB.
Sebab, di triwulan ketiga, produksi lahan pertanian yang sudah panen sebanyak 1,262 juta ton gabah kering giling (GKG) dari target produksi yang ditetapkan pemerintah sebanyak 1,4 juta ton lebih.
“Artinya, kalau melihat jumlah panen kita sudah sangat mencukupi ketersediaan pangan. Karena, kebutuhan daerah kita sekitar 962 ribu ton gabah kering giling,” ujarnya.
Taufieq menambahkan walaupun ada gagal panen, hal itu bisa ditutupi dengan tambahan areal tanam seluas 54 ribu hektare dan yang dimanfaatkan ada sekitar 36 ribu hektare.
“Meski gagal panen, kita terbantu dengan adanya program pompanisasi 4.100 unit dari Kementerian Pertanian yang dikirim ke NTB, sehingga kekeringan yang meluas tidak berpengaruh terhadap target produksi padi kita. Karena, dengan adanya pompanisasi, yang tadinya menanam satu kali bisa menjadi dua kali, dari yang dua kali bisa menanam tiga kali,” kata Taufieq Hidayat.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan sebanyak empat daerah di NTB berada para level awas kekeringan meteorologi dampak musim kemarau 2024.
Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi NTB Suci Agustiani mengatakan berdasarkan monitoring, analisis dan prediksi curah hujan dasarian, terdapat indikasi kekeringan meteorologi (iklim) sebagai dampak dari kejadian hari kering berturut-turut dengan potensi waspada, siaga dan awas.
“Level awas ada empat daerah, yakni di Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, Sumbawa, dan Kabupaten Lombok Timur,” katanya
Sementara untuk wilayah level waspada di Kota Bima dan level siaga kekeringan berpotensi di sebagian wilayah Kabupaten Bima.
“Memasuki periode peralihan musim ini, waspada bencana hidrometeorologis,” katanya.
Hasil monitoring indeks IOD dan ENSO pada akhir September 2024, Indeks Dipole Mode menunjukkan angka -0.10 (Netral), dan indeks ENSO bernilai -0.48 (Netral). IOD Netral diprediksi berlangsung hingga awal tahun 2025.
Sementara itu, ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina mulai Oktober 2024. Aliran massa udara pada pertengahan September 2024 masih didominasi oleh angin timuran.
“Saat ini Madden Julian Oscillation (MJO) terpantau tidak aktif di phase 4 dan 5. MJO diprediksi tetap tidak aktif setidaknya awal Oktober 2024,” katanya.
Saat ini seluruh wilayah NTB masih dalam periode musim kemarau, masyarakat NTB diimbau agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif dan efisien. (ant)