spot_img
Minggu, Desember 15, 2024
spot_img
BerandaHEADLINEDorong Perlindungan Pekerja Perempuan

Dorong Perlindungan Pekerja Perempuan

ASPEK perlindungan pekerja perempuan dalam mendukung program pencegahan dan penurunan stunting di Indonesia dinilai sangat penting. Terlebih penanganan stunting menjadi salah satu program nasional yang terus mendapat atensi.

Pernyataan ini disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Pelindungan Fungsi Reproduksi Pekerja Perempuan dalam Mendukung Program Penurunan Angka Stunting di Indonesia” yang digelar oleh Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan RI, di Mataram Kamis, 17 Oktober 2024.

FGD ini dihadiri oleh 35 peserta dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk DP3AP2KB Provinsi NTB, Dinas Kesehatan, PKBI Provinsi NTB, Dinas Sosial Provinsi NTB, APINDO, serikat pekerja, pengawas ketenagakerjaan Provinsi NTB, dan perwakilan perusahaan-perusahaan di NTB.

Dalam kesempatan tersebut, Aryadi mengungkapkan bahwa stunting terjadi bukan hanya tentang ekonomi. Namun banyak faktor yang berperan, termasuk gaya hidup, pola hidup, dan lingkungan.

Karena itulah, sangat penting bagi semua pihak, termasuk sektor tenaga kerja dan industri untuk turut mendukung upaya penurunan stunting melalui penerapan norma-norma ketenagakerjaan yang baik.

Salah satu poin utama yang perlu diperhatikan adalah penerapan norma kerja dan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara optimal di perusahaan, termasuk hak-hak afirmasi bagi pekerja perempuan.

Perusahaan harus menyediakan fasilitas yang mendukung kesehatan reproduksi, seperti ruang laktasi, akses air bersih, dan lingkungan kerja yang sehat. Penting juga untuk mencegah pelecehan dan kekerasan di tempat kerja melalui penerapan peraturan perusahaan yang jelas dan tegas.

“Kebijakan cuti hamil dan cuti melahirkan juga harus diterapkan dengan baik. Hal ini sangat penting untuk memastikan pekerja perempuan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dalam menjaga kesehatan reproduksi dan memberikan kontribusi yang optimal dalam dunia kerja,” ujarnya.

Selain itu, lingkungan kerja yang bebas dari tekanan dan stres juga sangat penting, karena stres dapat berdampak negatif pada kesehatan reproduksi dan kualitas generasi mendatang.

Aryadi berharap pemerintah pusat sebagai regulator berperan menciptakan norma dan kebijakan untuk mendorong tumbuhnya kesempatan kerja, termasuk melalui pelindungan reproduksi pekerja perempuan. Namun, tanggung jawab tidak hanya berhenti pada pembuat kebijakan saja. Perusahaan juga harus berperan aktif dalam melaksanakan kebijakan ini.

“Perusahaan harus melihat tanggung jawab sosial mereka lebih dari sekadar kewajiban formal. CSR (Corporate Social Responsibility) tidak hanya difokuskan pada bantuan sosial, tetapi harus diarahkan untuk mendukung perlindungan sosial pekerja perempuan dan upaya pencegahan stunting,” ujarnya.

Selain itu, perusahaan diharapkan untuk mengutamakan penggunaan produk-produk lokal dan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai bentuk kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.(ris)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO