PEMPROV NTB meminta perusahaan tambang galian C yang selama ini beroperasi tanpa izin resmi dari pemerintah untuk berhenti beroperasi. Selain merugikan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, operasional yang dilakukan juga telah merusak kelestarian alam.
Penegasan ini disampaikan Asisten II (Perekonomian dan Pembangunan) Setda NTB Dr. H. Fathul Gani, M.Si., sebelum melakukan peninjauan lapangan terhadap masyarakat terdampak galian C di Desa Korleko, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur, Senin, 4 November 2024.
Fathul Gani mengakui jika dari laporan yang diterima Pemprov NTB melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis di lingkup Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Timur, jika di satu desa ada dari 20 perusahaan tambang galian C yang beroperasi.
Menurutnya, banyaknya perusahaan galian C yang beroperasi di satu desa ini adalah hal yang tidak sehat. “Ini tidak sehat ini. Untuk ukuran 1 desa, masa ada 20 perusahaan tambang galian C yang beroperasi? Jelas ini ada masalah, sehingga harus kami turun lapangan,” ungkapnya di Mataram, Senin, 4 November 2024.
Dari hasil turun lapangan ini, ujarnya, akan menjadi dasar pihaknya untuk menutup perusahaan tambang galian C yang tidak berizin. Begitu juga pada perusahaan tambang yang memiliki izin, pihaknya akan melakukan evaluasi, apakah perusahaan tersebut beroperasi sesuai dengan ketentuan atau tidak. Jika nanti ada yang beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan, meski sudah mendapatkan izin operasional, maka tindakan tegas akan dilakukan pemerintah.
“Jadi ketika ada laporan masyarakat harus kita tindaklanjuti. Tidak ada pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat,” ujarnya meyakinkan.
Pihaknya juga meminta masyarakat konsisten dengan ketentuan yang berlaku. Jika nanti ada perusahaan galian C sudah mendapatkan izin operasional dan beroperasi sesuai dengan ketentuan, maka masyarakat harus menerima keberadaan perusahaan tambang tersebut. Beda halnya dengan perusahaan tambang galian C ilegal, maka operasional perusahaan ini harus ditutup.
Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB ini mengakui jika kawasan Korleko hingga Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji sebelumnya merupakan salah satu desa penghasil sejumlah komoditi pertanian, seperti padi, kacang panjang, cabai hingga kelapa.
Namun, semenjak adanya operasional perusahaan tambang galian C di tempat tersebut membuat tanaman tidak bisa tumbuh dengan bagus. “Kata petani, lahan pertanian atau persawahan dipenuhi lumpur. Sehingga tidak bisa tumbuh dengan baik. Begitu juga, tanaman kelapa yang biasanya tumbuh tinggi, sekarang ini pertumbuhannya kerdil,” ujarnya menggambarkan. (ham)