Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Kota Mataram telah menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2025 mencapai Rp1,8 triliuan lebih. Dari anggaran tersebut, terjadi defisif mencapai Rp66,9 miliar. Kekurangan anggaran dipastikan tidak mengganggu program organisasi perangkat daerah teknis.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang juga Sekda Kota Mataram, Lalu Alwan Basri membenarkan, kondisi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2025 mengalami defisit mencapai Rp66,9 miliar. Defisit disebabkan karena pengalokasian gaji aparatur sipil negara dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, belanja wajib dan lain sebagainya. Namun, pihaknya telah melakukan penyeimbangan terhadap postur anggaran. Salah satunya mengurangi alokasi gaji yang seharusnya 14 bulan menjadi 10 bulan. Kekurangan alokasi anggaran untuk gaji akan ditutupi pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) perubahan. “Kalau kita normalkan semuanya maka terjadi defisit Rp66,9 miliar, maka salah satu yang dilakukan ada mengurangi gaji dari sebelumnya 13-14 bulan menjadi 10 bulan,” jelas ditemui pekan kemarin.
Postur APBD Kota Mataram tahun 2025 dengan rincian, total pendapatan daerah diperkirakan mencapai Rp1.814.712.394.539, dengan rincian pendapatan asli daerah Rp567.839.758.149 dan pendapatan transfer Rp1.246.872.636.390. Belanja daerah dianggarakan Rp1.881.812.394.539,00. Terdiri dari belanja operasional Rp1.564.626.101.165, belanja modal Rp306.444.943.374, dan belanja tak terduga Rp7.000.000.000,00.
Sekda memastikan kekurangan anggaran dapat ditutupi sehingga tidak akan mengganggu program dari masing-masing organisasi perangkat daerah. Untuk menutupi kekurangan anggaran dioptimalkan dengan pendapatan asli daerah mencapai Rp595 miliar di tahun 2025. Pihaknya tidak hanya menggenjot PAD dari pajak dan retribusi daerah, melainkan mengoptimalkan sumber pendapatan daerah lainnya.
Oleh karena itu, pimpinan organisasi perangkat daerah diminta untuk mencari sumber pendapatan daerah yang baru sehingga dapat membantu menutupi pembiayaan lainnya. “Sumber PAD terbesar adalah pajak. Kalau yang dilakukan normal saja oleh BKD. Kita inginkan lagi tidak menggenjot tetapi mencari sumber baru sehingga perangkat daerah diharapkan berinovasi,” demikian kata Sekda. (cem)