Mataram (Suara NTB) – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sedang menggodok pengembangan pembelajaran coding dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligent/AI). Meski rencana kebijakan tersebut dianggap baik di era saat ini, tetapi pemerintah perlu memerhatikan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) guru, kemampuan siswa, dan sarana dan prasarana penunjang di sekolah.
Pengamat Pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram (FKIP Ummat), Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si., pada Senin, 9 Desember 2024 mengatakan, langkah pemerintah ingin memasukkan pembelajaran AI dan coding di kurikulum sekolah adalah upaya yang sangat baik.
Menurutnya, tidak bisa dipungkiri para generasi baru harus benar-benar diperkenalkan dengan teknologi kekinian. Namun demikian, ada catatan penting yang perlu diperhatikan. “Kondisi SDM guru, kemampuan siswa, dan sarana dan prasarana sekolah perlu menjadi pertimbangan untuk segera disesuaikan dengan kebutuhan,” ujar Nizaar.
Pemerintah memang akan memprioritaskan pada sekolah-sekolah tertentu saja untuk menerapkan kurikulum AI dan coding. Namun menurut Nizaar, jangan sampai hal ini akan membuat jurang pemisah antar sekolah-sekolah berkurikulum AI dan coding dengan sekolah-sekolah yang non-kurikulum AI dan coding.
“Stigma sekolah berkelas (kurikulum AI dan coding) boleh jadi akan muncul dalam benak masyarakat. Kekhawatiran terjadi seperti pada kisaran tahun 2008-an muncul Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang menganut kurikulum internasional dan berbeda dengan sekolah non-SBI. Disparitas muncul saat itu sehingga banyak kritikan dari berbagai kalangan,” jelas Nizaar.
Pengalaman tersebut perlu menjadi pelajaran bagi pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu mengurus dengan seimbang dua sisi kondisi pendidikan saat ini. “Sisi sekolah yang sudah mapan dan berkualitas diberikan peluang untuk mencapai target-target tertinggi, sedangkan sekolah yang belum mapan dan masih lemah dilengkapi kebutuhan sarpras, SDM, serta pemerataan kebutuhan-kebutuhan Pendidikan di dalamnya,” saran Nizaar.
Meski demikian, ia mengapresiasi rencana tersebut. Menurutnya, jika tidak dimasukkan dalam sistem pendidikan, maka para siswa Indonesia akan tertinggal jauh dari negara-negara maju saat ini. Jika tidak diajarkan di sekolah dengan sistem didaktik yang terstruktur, maka para generasi kategori gen Z dan gen alpha saat ini akan belajar AI dan coding pada tempat lain. Boleh jadi sistemnya tidak terstruktur dan bahkan mungkin lepas kontrol.
“Fungsi Pendidikan salah satunya sebagai controlling (pengontrol) terhadap dampak-dampak buruk teknologi saat ini. Otomatis AI dan coding yang diajarkan di sekolah bersifat edukatif dan positif. Jika tidak belajar di sekolah maka dihawatirkan mereka akan memperoleh hal-hal negatif dari ilmu AI dan coding,” pungkas Nizaar.
Sebelumnya, Kemendikdasmen melalui Direktorat Sekolah Menengah Pertama dan Direktorat Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen), menggelar kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun dengan tema ‘Pengembangan Pembelajaran Coding dan Kecerdasan Buatan untuk Siswa Sekolah Dasar.”
Kegiatan yang berlangsung 5-7 Desember 2024, turut dihadiri Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq dan Staf Khusus Menteri Bidang Transformasi Digital dan Kecerdasan Buatan, Muhammad Muchlas Rowi, Direktur Sekolah Menengah Atas, Winner Jihad Akbar, beserta para kepala sekolah, guru, serta komunitas pengajaran coding dan kecerdasan buatan.
Diskusi ini bertujuan untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif terkait dengan coding dan kecerdasan buatan (Artifical Intelegent/AI) yang akan dimasukkan dalam kurikulum sekolah menengah pertama dan sekolah menegah atas pada tahun pelajaran 2025-2026. Fokus utama kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi era digital dengan keterampilan berpikir kritis, numerasi, dan literasi digital. Pembelajaran coding mengajarkan pola pikir logis dan sistematis, sedangkan AI meningkatkan pemahama siswa tentang pengelolaan data dan pengambilan keputusan berbasis teknologi.
Dalam sambutannya, Wamendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq menyampaikan pengintegrasian coding dan kecerdasan buatan ke dalam kurikulum pembelajaran merupakan langkah strategis dalam mempersiapkan siswa menghadapi era digital. Menurutnya, mata pelajaran ini bersifat pilihan dan akan diterapkan di sekolah yang memiliki kesiapan dari segi sarana, infrastruktur, serta kemampuan siswa.
“Dengan integrasi ini, siswa Indonesia diharapkan dapat bersaing di kancah global dan berkontribusi pada daya saing bagsa, sejalan dengan visi Asta Cita pemerintah untuk pengembagan SDM unggul di bidang sains, teknologi, dan pendidikan,” tutur Wamen Fajar, dalam sambutannya secara daring di Kupang, NTT, pada Jumat, 7 Desember 2024 melalui keterangan pers resmi yang diterima Suara NTB.
Wamen Fajar berharap rencana pengintegrasian pembelajaran coding dan kecerdesan buatan akan dapat memberikan dampak yang nyata ke depan. Karena menurutnya, digitalisasi pendidikan tak hanya dapat meningkatkan kualitas peserta didik, namun juga membuat gurunya menjadi lebih terbantu dan kreatif saat menyampaikan materi pembelajaran.
“Sebagai bagian dari program Quick Win pemerintah, rencana ini diharapkan mampu memberikan dampak nyata dalam waktu dekat. Digitalisasi pendidikan tidak hanya dapat meningkatkan kualitas siswa, tapi juga membantu guru dalam menyampaikan materi menjadi lebih efisien,” imbuhnya. (ron)