spot_img
Rabu, Februari 12, 2025
spot_img
BerandaBlogNTB BANGKIT BERSAMA: DENGAN SIAPA?

NTB BANGKIT BERSAMA: DENGAN SIAPA?

Catatan atas Visi Misi Gubernur Terpilih
Oleh: Sambirang Ahmadi (Ketua Komisi III DPRD NTB)

KONTESTASI demokrasi serentak telah usai. KPU telah menetapkan pasangan DR.H.Lalu Muhammad Iqbal-Hj.Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda) sebagai pemenang Pilkada dengan perolehan sebesar 1.163.194 suara atau 39,5% dari partisipasi. Pasangan ini datang dengan visi yang cukup fantastis: NTB Bangkit Bersama Menuju Provinsi Kepulauan Yang Makmur Mendunia.

Istilah kunci di dalam visi tersebut adalah Bangkit Bersama yang tidak diuraikan maksudnya di dalam dokumen visi misi gubernur terpilih. Sedangkan istilah Makmur Mendunia, adalah kondisi yang diimpikan, the ultimate goal. Dua istilah ini berhubungan linear dimana kondisi makmur mendunia tidak mungkin terjadi jika NTB tidak bisa bangkit bersama. Karena itu, terminologi Bangkit Bersama dapat ditafsirkan sebagai berikut: Pertama, kehendak gubernur terpilih untuk membangkitkan seluruh instrumen pembangunan dan mesin pertumbuhan untuk menaikkan level NTB secara nasional dan internasional. Kedua, kehendak gubernur terpilih untuk merawat semangat kebersamaan dalam keber-NTB-an. Merawat kebersamaan itu adalah conditio sine quonon, prasyarat mutlak demi NTB Makmur Mendunia. Untuk itu, dalam aplikasi kebijakan kepemerintahan lima tahun ke depan idealnya tidak boleh ada kelompok masyarakat dan daerah yang ditinggalkan, diabaikan, apalagi direndahkan dalam konteks apapun.

Urgensi Bangkit Bersama Bupati/Walikota Se-NTB
Bangkit bersama dibutuhkan bukan hanya untuk menggerakkan dan mengonsolidasikan aparat pemerintahan tingkat provinsi. Tapi lebih penting dari itu adalah bagaimana mensinergikan, menyelaraskan dan mengintegrasikan visi dan program strategis gubernur terpilih dengan para bupati/walikota terpilih se-NTB. Kita tahu bahwa kontestasi demokrasi kali ini terbilang unik. Dilakukan serentak tapi output pemenangnya datang dari latar belakang parpol dan visi yang berbeda-beda. Tentu ini menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam konsolidasi struktur politik dan kepemerintahan di NTB.

Gubernur dan para bupati/walikota akan dilantik dalam waktu berdekatan, memulai dan kemudian mengakhiri periodesai kepemimpinan dalam lima tahun ke depan hampir bersamaan. Ini momentum emas bagi gubernur sebagai satu-satunya wakil pemerintah pusat di daerah mengajak para bupati/walikota sedini mungkin bersinergi untuk saling menyukseskan program satu sama lain. Banyak masalah di kabupaten/kota yang menjadi kewenangan provinsi. Katakanlah seperti masalah kerusakan hutan dan pertambangan ilegal. Begitu juga program unggulan gubernur terpilih, seperti (1) NTB Sehat dan Cerdas, (2) Desa Berdaya, (3) NTB Inklusif, (4) NTB Agro Maritim, (5) NTB Pariwisata Berkualitas, (6) E-Mania (ekraf makmur mendunia), (7) NTB Terampil dan Tangkas, (8) NTB Lestari Berkelanjutan, (9) NTB Good and Smart Governance, dan (10) NTB Connected akan sulit diwujudkan jika tidak berkorelasi dan mutual-supported dengan program prioritas pemerintah di masing-masing kabupaten/kota.

Konflik prioritas kebijakan atau program yang tak seiring sejalan berpotensi menghambat percepatan pembangunan NTB secara keseluruhan. Dalam konteks ini peran Bappeda provinsi sebagai lembaga teknokratis perencanaan sangat strategis. Bappeda provinsi mestinya tidak hanya mengintegrasikan visi misi gubernur terpilih ke dalam sistem perencanaan proviinsi, tapi juga perlu sedari awal mempelajari dokumen visi misi bupati/walikota se-NTB untuk diselaraskan dengan program unggulan strategis gubernur terpilih. Hal ini penting karena kemajuan NTB itu adalah agregasi dari kemajuan kabupaten/kota se-NTB. Atas dasar itu, kemudian sharing alokasi anggaran dapat dilakukan untuk program-program yang interrelated dan mutual-supported satu sama lain.

Bangkit Bersama Menurunkan Kemiskinan
Kata gubernur terpilih, the mother of all social problem is poverty. Induk segala masalah sosial itu adalah kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan adalah musuh pembangunan. Seberapa banyak kemisknan bisa dihilangkan menunjukan derajat kesuksesan pembangunan suatu daerah. Wajar jika dalam dokumen visi-misi gubernur terpilih, yang pertama disebut sebagai indikator NTB Makmur adalah penurunan kemiskinan. Meski tidak disebut ukuran kuantitatif yang hendak dicapai, kita percaya bahwa hajat setiap pemimpin baru adalah melanjutkan prestasi pendahulunya dan menciptakan kondisi yang lebih baik dari periode sebelumnya.

Menurunkan kemiskinan ini bukan perkara gampang. Pertanyaannya, mengapa dengan program yang begitu banyak dari pemerintah selama ini tidak begitu besar dampaknya terhadap penurunan kemiskinan?

Menurut saya, hal ini terjadi karena ada sejumlah orang yang tidak mau keluar dari kategori miskin. Mereka yang terbiasa menerima bansos pemerintah menganggap kemiskinan bukan sebagai aib, tapi justru sebagai pilihan dan siasat hidup melawan inflasi atau cara mempertahankan daya beli. Dalam beberapa kasus, di struktur pemerintahan tingkat desa, terdapat indikasi pembiaran nama-nama tertentu terdaftar dalam data kemiskinan meski senyatanya daya beli mereka sudah di atas garis kemiskinan. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, misalnya, kadang-kadang tidak terkoreksi dan terkalibrasi dengan baik. Kerap terjadi inclusion error dimana orang yang seharusnya tidak tercatat, tapi masuk namanya dalam daftar penerima manfaat. Angkanya bisa mencapai 20% menurut catatan resmi TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). Pembaharuan data kadang identik dengan penambahan data baru. Dengan kata lain, seringkali terjadi bantuan pemerintah untuk orang miskin tidak tepat sasaran. Itulah salah satu faktor yang menyebabkan angka kemiskinan relatif susah diturunkan, selain karena faktor inflasi yang tak terkendali dan kurangnya kesempatan kerja.

Data BPS menunjukkan jumlah penduduk miskin NTB pada Maret 2024 sebesar 709,01 ribu jiwa atau 12,91%, masih di atas rata-rata nasional sebesar 9,03%. Angka ini menurun 0,94% dibanding tahun sebelumnya sebesar 13,85%. Kemiskinan ekstrim berada di angka 2,04%. Angka kemiskinan NTB ini adalah agregasi dari angka kemiskinan kabupaten/kota. Karena itu diperlukan kebijakan prioritas yang terintegrasi dan terpadu antara gubernur terpilih dan bupati/walikota khususnya untuk mengurangi kantong-kantong kemiskinan. Kolaborasi dan pelibatan BUMD/BUMN, sektor swasta dan multi pihak adalah suatu keniscayaan.

Bangkit Bersama IKM-UMKM
Salah satu misi gubernur terpilih adalah memperkuat ekonomi daerah melalui peningkatan produktifitas, daya saing dan pendapatan perkapita masyarakat sebagai pondasi mewujudkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Misi ini akan diwujudkan dengan sepuluh kegiatan strategis yang saling berkorelasi. Salah satu diantaranya adalah penguatan IKM-UMKM melalui perbaikan akses permodalan, peningkatan kualitas produksi, dan pembukaan akses pasar. Saya tertarik menyoroti soal ini karena IKM-UMKM adalah salah satu mesin pertumbuhan ekonomi yang reliable, dapat diandalkan. Harapannya NTB bisa benar-benar makmur mendunia bersama produk IKM-UMKM, sesuai rencana program E-Mania atau Ekraf Makmur Mendunia.

Pertumbuhan ekonomi NTB saat ini masih sangat tergantung pada aktivitas industri skala besar, terutama industri ekstraktif pertambangan. Kenyataan ini rentan sekali dengan fluktuasi karena tergantung pada kelancaran ekspor hasil produksi dan harga komoditi global. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi NTB pernah mencapai 21,76%, jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,88%. Tapi setelah itu, di tahun-tahun berikutnya, ekonomi melambat akibat kinerja sektor pertambangan melemah. Misslnya tahun 2017, saat produksi biji logam dari PT.AMNT berkurang, pertumbuhan ekonomi berada di bawah 1 persen. Berikutnya terjadi bencana gempa dan covid-19 yang ikut memperlambat kinerja perekonomian NTB.

Atas dasar itu, memperkuat IKM-UMKM adalah pilihan yang tepat karena bersentuhan langsung dengan rakyat kecil. IKM bergerak di hulu dengan menghasilkan produk melalui proses manufaktur, sedangkan UMKM bertugas menjual dan mempromosikan produk IKM tersebut ke pasar yang lebih luas. Dalam konteks ini pemerintah bertugas mengupgrade human capital dan kapasitas teknologinya melalui pelatihan dan pembinaan yang terencana dan terukur. Inilah yang disebut dengan proses industrialisasi yang menjadi ciri kemajuan suatu daerah. Meskipun skalanya kecil, industrialisasi dapat menyerap banyak tenaga kerja, sehingga otomatis pendapatan dan produktifitas masyarakat meningkat. Data BPS 2023 menunjukkan jumlah industri mikro dan kecil NTB sebanyak 149.962 dengan kemampuan menyerap tenaga kerja sebesar 337.949 orang dan nilai output industrinya sebanyak 15,9 miliar.

Sayangnya, tidak semua IKM-UMKM dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mengembangkan usahanya karena keterbatasan modal. Intervensi fiskal pemerintah selama ini tidak cukup kuat untuk mengcover kebutuhan IKM-UMKM. Di satu sisi mereka kesulitan mengakses kredit perbankan karena tidak memiliki jaminan. Di sisi lain, mereka tidak sanggup membayar bunga kredit yang relatif tinggi. Dengan kata lain, banyak yang belum bankable. Oleh karena itu, PR Gubernur terpilih adalah menjembatani akses permodalan dan menyiapkan skema kebijakan penjaminan kredit dan subsidi bunga bank bagi pelaku IKM-UMKM. Optimalisasi peran BUMD, seperti perusahaan Jamkrida Syariah, Bank NTB Syariah, dan BPR sangat diperlukan. Tidak hanya itu, kolaborasi strategis dengan industri jasa keuangan BUMN maupun non pemerintah adalah keniscayaan. Semoga cita-cita makmur mendunia dapat terwujud.
Selamat atas keterpilihannya Mamiq Iqbal dan Dae Dinda. Kita tunggu gebrakan RPJMD gubernur baru!

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO