Giri Menang (Suara NTB) – Sebanyak 1.700 guru honorer di Lombok Barat (Lobar) belum bisa diakomodir menjadi Pegawai Pemeirntah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal ini menjadi perhatian Pemkab dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud). Sebagai bentuk perhatian dari Pemkab, guru honorer diakomodir melalui Guru Tetap Daerah (GTD) sejak 2014, terhitung kurang lebih 10 tahun berjalan kebijakan ini.
Bahkan tahun depan, kuota GTD ini ditambah oleh Pemkab. Dengan satus GTD ini, para guru mendapatkan insentif dari daerah Rp500 ribu per bulan. Hal ini disampaikan Kadis Dikbud Lobar, Maad Adnan, akhir pekan kemarin.
Maad menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima audiensi dari Forum Guru Honorer Negeri (FGHN) Lobar. Di mana dalam audiensi terdapat dua hal yang disampaikan, pertama terkait pemberkasan PPPK kategori 1 atau K1 dan K2. Hal ini menjadi leading sector-nya BKD. Dan pada saat audiensi itupun pihak BKD turut hadir.
Kemudian yang kedua, terkait dengan rekrutmen dan peningkatan kesejahteraan guru honorer. Soal guru honorer ini sudah ada kebijakan melalui GTD. “Sudah ada peraturan bupati. Dan GTD ini sejak 2014, seingat saya. Karena saya Kabid Dikmen waktu itu. Ini berlanjut sampai sekarang,” katanya.
GTD ini, jelasnya, dalam rangka mengakomodir guru – guru honorer yang sudah lama mengabdi. Ada yang mengabdi 10 tahun, 9 tahun, 8 tahun ke bawah.
“Di situlah daerah hadir, untuk mengangkat guru honorer ini menjadi GTD. GTD ini mendapatkan insentif sebesar 500 ribu per bulan,” terang Maad.
Karena telah berjalan sejak 2014, tentu banyak di antara GTD diangkat menjadi PPPK, sehingga mereka harus keluar dari status GTD. Selanjutnya penggantinya inilah yang direkrut kembali oleh Dinas Dikbud dari kalangan guru honorer.
“Misalnya yang lulus PPPK 50 orang, maka itulah yang diangkat baru sehingga tidak mampu menyasar Guru Honorer yang jumlahnya 1.700 an orang,” sebutnya.
Disebutkan, Jumlah guru di Lobar 6.000 orang lebih, berstatus PNS dan PPPK sebanyak 4.000 lebih sedangkan sisanya 1.700 berstatus honorer, karena itulah ia menyampaikan kepada FGHN, kalau ada kuota tambahan GTD akibat ditinggalkan oleh guru honorer yang lulus PPPK, maka itu melalui proses seleksi.
Seleksi menyangkut masa kerja, kalau yang paling lama 10 tahun, dan 9 tahun. Ternyata dari kursi GTD kosong yang perlu diisi ini, hanya bisa mengakomodir honorer dengan masa kerja hingga 9 tahun akibat keterbatasan anggaran. Maka guru honorer yang masa kerja 8 tahun tidak bisa diakomodir jadi GTD. “Karena mereka mau semuanya diakomodir,” imbuhnya. Kecuali angaran untuk GTD ini ada, maka tentu bisa diakomodir lebih banyak lagi. Akan tetapi ini sangat tergantung dari kondisi fiskal daerah.
Namun demikian, pihaknya berupaya telah memperjuangkan mereka ke Pj Bupati dan TAPD agar guru honorer ini diperhatikan, karena mereka lama mengabdi dengan honor seadanya dan mereka sangat berkontribusi untuk kemajuan pendidikan Lobar. “Kami mohon ada tambahan anggaran, di Komisi IV juga kami perjuangkan mohon ada tambahan anggaran. Alhamdulillah untuk tahun 2025, ada tambahan. Tapi kami belum menghitung dengan tambahan itu, terserap berapa orang,” kata Maad.
Yang jelas ada tambahan anggaran untuk menambah kuota GTD ini. Pihaknya akan membagi dari tambahan anggaran itu, berapa yang terserap. Pihaknya berharap agar guru honorer yang belum bisa diakomodir jangan protes, karena inilah kemampuan keuangan daerah anggaran, dan tentu ini memang kelayakan sesuai hasil seleksi nantinya. Maad juga berharap kebijakan pusat agar jangan terlalu kaku terhadap mutasi PPPK dan lainnya, sebab banyak guru yang pensiun dalam sehari.
Seperti di Narmada dilepas 7 kepala sekolah yang pensiun. Kemudian di Lingsar, dilepas dua orang.” Itu baru kepala sekolah belum guru, lalu kalau kita tidak bisa mutasi PPPK pasti terjadi kekurangan guru di sekolah itu. PPPK ini kan sama-sama digaji dengan uang negara,”ujarnya. (her)