spot_img
Rabu, Januari 15, 2025
spot_img
BerandaNTBMenurun, Kasus Perkawinan Dini di NTB

Menurun, Kasus Perkawinan Dini di NTB

Mataram (Suara NTB) – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, Dra. Nunung Trianingsih, MM., menyebutkan kasus dispensasi perkawinan anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat menurun selama 2024. Jika dibandingkan dengan tahun 2023, kasus perkawinan anak di provinsi ini mencapai 723 kasus, kini turun menjadi 581.

Penurunan angka pernikahan ini dinilai cukup positif mengingat NTB masih menjadi daerah pertama darurat perkawinan anak di Indonesia.

“Data dispensasi pernikahan anak di 2024 menurun dari tahun sebelumnya berkat kerja sama semua pihak,” ujarnya kepada Suara NTB, Senin, 13 Desember 2024.

Daerah dengan penurunan tertinggi ada di Dompu, dari 194 kasus di tahun 2023 menjadi 130 di tahun ini, kemudian ada Lombok Tengah yang mulanya 40 kasus di 2023, kini ditemukan 14 kasus di 2024. Ada juga Bima, baik kabupaten maupun kota, yang mana tahun 2023 kasus perkawinan anak di Bima menyentuh 309 kasus, menurun menjadi 299.

Dikatakan, data tersebut merupakan data dispensasi pengadilan, artinya anak yang menikah secara resmi. Sementara, masih banyak ditemukan kasus perkawinan anak ilegal yang tidak terdata oleh pengadilan tinggi.

“Pernikahan siri yaa masih ada beberapa. Sedang kita kumpulkan juga datanya baik dari kesehatan maupun dari kabupaten/kota,” ucapnya.

Nunung mengakui, meski NTB Provinsi yang kecil, namun angka pernikahan dini di daerah ini menjadi yang tertinggi. Dikatakan, pemberantasan pernikahan anak di NTB tidak bisa dilakukan dengan cepat, dibutuhkan waktu untuk menangani permasalahan ini.

Menurutnya, Pemerintah Daerah NTB memiliki tantangan dalam memberantas masalah pernikahan anak, hal ini karena pernikahan anak masih dinormalkan di beberapa daerah. Selain itu, permasalahan seperti ekonomi, kesalahan pola asuh, juga adanya persepsi yang keliru di masyarakat dalam memandang pernikahan anak.

“Ekonomi yang paling besar, selanjutnya pola asuh, dan yang lainnya ada persepsi yang keliru tentang budaya kita. Khususnya yang ada di Lombok,” terang Nunung.

Pernikahan dini dikatakan bisa memicu masalah struktural, karena tidak menutup kemungkinan anak dari orang tua yang menikah dini akan mengikuti jejak orang tuanya. Sehingga, perlu adanya peran pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi dan memberantas pernikahan dini di NTB.

“Sekitar 40 persen yang orang tuanya menikah dini, anaknya juga perkawinan anak,” katanya.

Adapun upaya Pemprov NTB untuk menekan tingginya angka perkawinan anak ini dengan membuat satgas pencegahan perkawinan anak yang sudah menjadi program sejak tahun lalu. Dilakukan pula kolaborasi dengan mitra strategis seperti Dikbud, serta melibatkan peran forum anak dan gender. (era)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO