Mataram (Suara NTB) – Komisi II DPRD Provinsi NTB menunjukkan keseriusannya dalam mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Setelah menerima laporan adanya dugaan permainan harga, Komisi II yang membidangi urusan pertanian langsung terjun ke lapangan untuk memantau distribusi pupuk bersubsidi.
“Alhamdulillah, hari ini kami berkesempatan turun ke lapangan untuk melihat langsung bagaimana distribusi pupuk bersubsidi kepada petani. Sebelumnya, kami menerima laporan terkait adanya permainan harga yang sangat merugikan petani,” ujar Ketua Komisi II DPRD NTB, Lalu Pelita Putra, kepada Suara NTB, Kamis, 16 Januari 2025.
Dari beberapa lokasi yang dikunjunginya, Pelita menyampaikan bahwa kondisi di lapangan kini relatif membaik setelah Komisi II mengangkat isu ini beberapa waktu lalu. “Alhamdulillah, sudah ada perbaikan setelah isu mengenai penjualan pupuk subsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) kami sampaikan,” katanya.
Namun demikian, pihaknya berkomitmen untuk terus memantau dan turun ke beberapa titik lainnya yang diduga masih terjadi praktik permainan harga dalam penyaluran pupuk bersubsidi. “Kami terus memantau perkembangan di lapangan. Beberapa kecamatan yang belum sempat kami kunjungi, akan kami jadwalkan untuk turun kembali. Kami juga mendapat laporan bahwa beberapa kelompok tani terpaksa membeli pupuk langsung dari distributor,” jelasnya.
Sebelumnya, Pelita mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak pengaduan dari petani terkait harga pupuk bersubsidi yang masih dijual di atas HET. Selain itu, terdapat laporan mengenai distribusi pupuk yang tidak transparan, seperti pengiriman pupuk menggunakan empat truk, namun yang diturunkan hanya dua truk. “Ada laporan yang kami terima, modus operandi-nya adalah pupuk dikirim dengan empat truk, namun yang diturunkan hanya dua truk. Itu pun dilakukan saat sore atau malam hari. Lalu dua truk sisanya kemana? Harganya juga di atas HET,” terang Pelita.
Meskipun begitu, anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini tidak ingin langsung menuduh distributor atau pengecer yang terlibat dalam praktik tersebut. Namun, ia menilai bahwa dugaan permainan harga tersebut telah menyebabkan kelangkaan pupuk di kalangan petani setempat. Oleh karena itu, pihaknya berencana untuk memanggil Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB untuk menjelaskan masalah ini.
“Masalah-masalah ini akan kami bahas dalam rapat dengar pendapat dengan Dinas Pertanian NTB, sambil kami mengumpulkan data-data di lapangan. Kami juga akan menilai apakah masalah ini terkait dengan lemahnya pengawasan. Jika benar, kami akan meminta pertanggungjawaban dari Dinas Pertanian, termasuk dari pemerintah kabupaten/kota,” ucap Pelita.
Lebih lanjut, Miq Pelita, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mitra tersebut bukan hanya disebabkan oleh keluhan petani secara personal, tetapi juga berdasarkan surat yang diterima dari kelompok petani di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur. Dalam surat tersebut, terdapat sejumlah masalah yang dihadapi petani yang perlu ditindaklanjuti bersama pemerintah. “Oleh karena itu, kami akan segera mengagendakan rapat tersebut,” pungkasnya. (ndi)