Sumbawa Besar (Suara NTB) – Pemerintah Kabupaten Sumbawa, kembali menargetkan penurunan angka kemiskinan sebesar 1 persen di tahun 2025 dari angka 12,87 persen atau sekitar 4. 400 penduduk miskin yang tersebar di seluruh kecamatan yang ada di wilayah setempat.
“Kami menargetkan di akhir RPJPD penurunan angka kemiskinan kita di angka satu digit karena saat ini kita masih di angka dua digit atau sekitar 12 persen,” kata Kepala Bappeda Sumbawa, E. S. Adi Nusantara, kepada wartawan, Jumat, 17 Januari 2025.
Adi meyakinkan, target tersebut dianggap sangat realistis untuk bisa terealisasi di tahun 2025. Dimana penduduk miskin pada Maret 2024 turun 1,04 persen terhadap Maret 2023 dan angka itu merupakan angka penurunan tiga terbesar dari Kabupaten/ Kota di Provinasi NTB.
“Jadi, saat penyusunan program kita sudah berbicara untuk RPJPD tahun 2026 dengan tetap fokus untuk menurunkan angka kemiskinan dan acuannya sudah kita serahkan ke OPD by name by address penduduk miskin,” ujarnya.
Adi melanjutkan, berdasarkan data pemetaan yang dilakukan ada beberapa kantong kemiskinan di Sumbawa yang perlu dilakukan intervensi lebih lanjut. Beberapa kantong kemiskinan tersebut yakni di kecamatan Utan yang paling utama, Alas, Plampang, Empang dan kecamatan yang memiliki penduduk terbesar.
“Kita sudah memberikan data-data tersebut ke OPD untuk dilakukan intervensi lebih lanjut sehingga penanganan yang dilakukan bisa lebih komprehensif,” sebutnya.
Dijelaskannya, fenomena naik atau turunnya angka kemiskinan di Sumbawa dipengaruhi oleh beberapa faktor dan bukan kemiskinan berlarut atau kemiskinan yang akut. Akan tetapi kemiskinan itu terjadi karena faktor-faktor eksternal termasuk kejadian bencana alam.
“Salah satu contoh penyebab utama yakni inflasi, sehingga banyak masyarakat yang tidak bisa membeli kebutuhan pokok salah satunya beras,” sebutnya.
Adi pun meyakinkan, sebenarnya orang-orang tidak miskin, tetapi karena mahalnya harga barang sehingga mereka masuk dalam kategori miskin. Apalagi garis kemiskinan di Sumbawa juga naik dari Rp404 ribu menjadi Rp441 ribu di tahun 2023.
“Garis kemiskinan kita yang cukup tinggi juga menjadi faktor lain sehingga angka kemiskinan masih cukup tinggi dan penurunan nya belum mencapai satu digit,” jelasnya.
Ia berharap kepada pemerintah pusat melalui BPS, untuk segera mendistribusikan data registrasi sosial ekonomi yang menjadi sasaran untuk program penanganan kemiskinan. Data sasaran dianggap sangat penting sehingga program yang dijalankan tetap sasaran.
“Misalnya, ada bantuan bagi masyarakat melalui dinas terkait yang dilaksanakan pada Maret namun pendataannya dilakukan pada Februari. Hal ini sangat mendistorsi dari segi data penduduk miskin,” tambahnya.
Lebih lanjut Adi mengatakan, Pemda Sumbawa sendiri tidak bisa serta-merta melaksanakan program pengentasan kemiskinan. Sebab, akan melampaui kewenangan apalagi proses pendataan kemiskinan juga membutuhkan proses yang cukup panjang.
“BPS melakukan pendataan di daerah, namun hasilnya dikirim ke pusat. Sementara data tersebut tidak diberikan BPS ke daerah, inilah yang membuat program pengentasan kemiskinan di daerah belum berjalan,” timpalnya. (ils)