spot_img
Senin, Februari 17, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEPN Mataram Gelar Sidang Perdana Dugaan Korupsi Proyek Shelter Tsunami

PN Mataram Gelar Sidang Perdana Dugaan Korupsi Proyek Shelter Tsunami

Mataram (Suara NTB) – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram, menggelar sidang perdana perkara dugaan korupsi proyek pembangunan gedung shelter tsunami yang berlokasi di Kabupaten Lombok Utara dengan agenda pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dua terdakwa yang menjalani sidang perdana ini adalah Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto dengan susunan majelis hakim Isrin Surya Kurniasih sebagai hakim ketua dengan hakim anggota Lalu Moh. Sandi Iramaya dan Fadhli Hanra.

Greafik Loserte mewakili JPU KPK dalam membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim menguraikan perbuatan pidana terdakwa Aprialely Nirmala sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Agus Herijanto sebagai kepala pelaksana proyek.

“Bahwa terdakwa Aprialely Nirmala selaku PPK proyek telah mengubah DED (detail engineering design) proyek yang disusun BNPB selaku perencana tanpa melalui pengesahan dan verifikasi teknis,” kata Greafik.

Jaksa penuntut umum menyampaikan bahwa perbuatan pidana terdakwa Agus Herijanto sebagai pihak pelaksana proyek melaksanakan pekerjaan dengan mengacu pada perubahan DED atau rancang bangun perinci yang telah diubah Aprialely Nirmala.

“Terdakwa dua, Agus Herijanto melaksanakan pekerjaan dari hasil perubahan perencanaan DED dan membuat laporan pertanggungjawaban belanja yang tidak benar,” ujarnya.

Akibat adanya perubahan rancangan tersebut, muncul temuan ahli konstruksi perihal penurunan spesifikasi material bangunan yang tidak sesuai dengan rencana pekerjaan pembangunan gedung tahan gempa dan tsunami dengan kemampuan menahan gempa sebesar 9 Skala Richter (SR).

Dengan menguraikan perbuatan pidana kedua terdakwa, jaksa penuntut umum dalam dakwaan mendakwa Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto melakukan dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan proyek pada tahun 2014 hingga kerugian keuangan negara senilai Rp18,4 miliar.

Oleh karena itu, jaksa penuntut umum mendakwa keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Usai mendengar pembacaan dakwaan, terdakwa Aprialely Nirmala melalui penasihat hukum mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.

Sementara itu, terdakwa Agus Herijanto belum menyatakan hal serupa, tetapi meminta waktu kepada majelis hakim untuk mempelajari terlebih dahulu dakwaan jaksa penuntut umum.

Setelah mendengar tanggapan, majelis hakim memberi kesempatan kepada kedua terdakwa menyampaikan eksepsi dalam agenda sidang lanjutan yang ditetapkan pada hari Jumat, 31 Januari 2025.

Proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara yang dikerjakan pada tahun 2014 merupakan hasil kerja sama Kementerian PUPR RI dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai desain teknis.

Shelter tsunami yang berada di Kabupaten Lombok Utara tersebut merupakan salah satu dari 12 proyek pembangunan skala nasional yang berlangsung pada tahun 2012—2015 mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan pekerjaan.

Adapun pelaksana proyek adalah PT Waskita Karya, sedangkan konsultan perencana dari gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut adalah PT Qorina Konsultan Indonesia dan konsultan pengawas dari CV Adi Cipta. Negara mengalokasikan anggaran untuk pekerjaan ini sebesar Rp23 miliar.

Terdakwa Aprialely Nirmala merupakan PPK proyek shelter tsunami yang berasal dari Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.

Agus Herijanto adalah kepala pelaksana proyek pembangunan shelter tsunami dari PT Waskita Karya.

Terdakwa Ajukan Eksepsi

Terdakwa Aprialely melalui kuasa hukumnya, Aan Ramadan merasa keberatan dengan dakwaan tersebut sehingga pihaknya meminta eksepsi kepada majelis hakim. Ia mengatakan, sampai saat ini belum ada kejelasan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Pasalnya, awalnya kasus ini ditangani oleh Polda NTB.

Sementara, kuasa hukum Agus Herijanto mengatakan akan mempelajari terlebih dahulu dakwaan jaksa penuntut umum.

“Sampai saat ini belum ada kejelasan. Tapi kok tiba-tiba sudah diambil alih oleh KPK. Mungkin hanya itu saja yang kami eksepsi, hanya dua,” ujarnya kepada Suara NTB.

Disebutkan, Polda NTB hanya mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyidikan (SP2P) kasus dugaan korupsi shelter tsunami. Dan di tahun 2016, Polda NTB mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) karena tidak ditemukan kerugian negara.

“Sampai hari ini kami sudah dapat SP2HP yang dari Polda. Itu tidak ada kerugian negara, tidak bisa naik ke tingkat penyidikan,” katanya.

Karena belum ada kejelasan kasus ini di Polda NTB, tim kuasa hukum Aprialely Nirmala akan bersurat kepada Polda NTB dan akan menampilkan surat dari Polda pada saat eksepsi yang rencananya akan dilangsungkan pada Jumat, 31 Januari 2024 mendatang.

Menyikapi pernyataan kuasa hukum terdakwa, Jaksa Penuntut Umum, Ahmad Ali Fikri Pandela mengatakan pendakwaan terdakwa Aprialely berdasarkan alat bukti yang ditemukan oleh KPK.

“Disitu ditemukan alat bukti bahwa ada kerugian negara. Dalam alat bukti kami, kami temukan alat bukti sehingga kami berani melakukan persidangan,” katanya.

Disebutkan, beberapa alat bukti yang didapatkan berupa keterangan saksi, ahli, adanya barang bukti, petunjuk, dan lainnya. Untuk membuktikan keterlibatan kedua terdakwa, JPU akan menghadirkan 30 saksi dari pihak PBL NTB, Dirjen Cipta Karya, BNPB, Konsultan Perencana, pihak Waskita Karya, dan beberapa pihak dari Kementerian PUPR. (ant/era)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO