Mataram (Suara NTB) – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dikabarkan akan mengganti istilah ujian nasional dengan tes kompetensi akademik. Siswa jenjang SMA akan menjalani tes kompetensi akademik mulai November 2025. Pemerintah daerah menyambut baik rencana ini, karena istilah ujian nasional sebelumnya dianggap memberikan efek traumatis kepada siswa.
“Traumatis adalah salah satu ekses negatif dari pelaksanaan ujian nasional, terutama bagi siswa dan orangtua siswa selaku yang melakoninya. Bagi kami di daerah, tentu menyambut positif perubahan nama tersebut. Saya memandang bahwa istilah ‘Ujian’ memiliki konsekuensi bahwa proses penilaian keberhasilan siswa cenderung mengarah pada tes yang berorientasi hafalan (kognitif). Padahal kemampuan anak tidak bisa diukur hanya dengan tes hafalan dan soal-soal drill tadi,” ujar Sub Koordinator Kurikulum Bidang SMA Dinas Dikbud NTB, Purni Susanto, Jumat, 24 Januari 2025.
Meski demikian, Purni menekankan, pihaknya akan sabar menunggu arahan pemerintah pusat. Menurutnya, ujian nasional selama ini memang memiliki daya tarik tersendiri. Hal ini terlihat dari dinamika yang berkembang di tengah masyarakat antara yang pro dan kontra.
Pihak pro ujian nasional melihat sisi bahwa ujian nasional memiliki dampak psikologis pada siswa untuk lebih rajin belajar. Bila siswa tidak melalui tahapan ujian nasional, motivasi belajar siswa cenderung menurun.
Sementara pihak yang kontra menilai bahwa ujian nasional menjadi biang sengkarut dunia pendidikan. Purni merincikan, banyaknya praktik kecurangan, tim sukses ujian di sekolah sampai joki dan jual beli soal menjadi catatan merah pelaksanaan ujian nasional ini.
“Karenanya, bila ujian nasional ini ke depan dilaksanakan akan sangat tepat bila orientasinya tidak hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, tetapi juga sisi keterampilan dan sikap siswa. Evaluasi pencapaian keberhasilan siswa tetap diperlukan namun tujuan, instrumen, dan mekanismenya perlu penataan ulang,” saran Purni.
Di samping itu, Purni menyarankan, tujuan ujian nasional perlu direvisi agar lebih humanis. Bila tetap menjadi alat ukur kelulusan maka akan cenderung terjadi kecurangan dalam pelaksanaannya.
“Artinya walaupun namanya berganti menjadi tes kompetensi akademik, bila tujuannya sama dengan ujian nasional, maka tidak akan ada perubahan signifikan,” pungkas Purni. (ron)