Mataram (Suara NTB) – Kasus sengketa ketenagakerjaan di Kota Mataram, ternyata marak terjadi. Perselisihan diawali dengan tuntutan hak hingga tutupnya perusahaan tempat mereka bekerja. Karyawan terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Informasi dihimpun Suara NTB, puluhan karyawan hotel di Jalan Sriwijaya, Kota Mataram terancam PHK dan tanpa pesangon. Hal ini disebabkan operasional perusahaan ditutup. Selain itu, sengketa ketenagakerjaan juga terjadi antara karyawan dan pimpinan bank swasta. Perbedaan pandangan mengenai hak dan kewajiban memicu pemutusan hubungan kerja.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram, H. Rudi Suryawan mengakui, sejumlah karyawan hotel datang konsultasi menanyakan kejelasan nasib mereka terhadap rencana ditutupnya operasional perusahaannya. Akan tetapi, pihaknya akan mengkaji kembali setelah menerima surat pemberitahuan secara resmi dari perusahaan tersebut. “Saya tidak tahu persis kondisi perusahaan itu, tetapi sudah saya minta staf turun ke sana, tetapi belum ketemu karyawan,” katanya.
Sepanjang tahun 2024 kata Rudi, kasus ketenagakerjaan berujung pada kesepakatan perjanjian bersama antara pekerja dengan perusahaan, meskipun tercatat 33 karyawan di PHK. Sementara, sebagian karyawan terancam PHK sepihak tetapi masih proses mediasi.
Mantan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Mataram menambahkan, khusus karyawan hotel di Jalan Sriwijaya, Kota Mataram, terancam PHK mencapai 50-100 orang. “Di tahun 2024 terdapat 33 karyawan di PHK,” sebutnya.
Dijelaskan, Disnaker memiliki kewenangan sebagai mediator terhadap sengketa ketenagakerjaan. Laporan dari pekerja akan ditindaklanjuti dengan memanggil perusahaan untuk diklarifikasi. Kedua belah pihak (pekerja dengan perusahaan,red) dipertemukan saat mediasi dengan memberikan pertimbangan-pertimbangan.
Apabila perusahaan mengambil keputusan sepihak atau tidak sesuai prosedur maka diberikan masukan untuk mencari solusi. Sebaliknya, jika proses mediasi tidak ada kesepakatan maka dipersilahkan melanjutkan ke pengadilan hubungan industrial. “Kami hanya kapasitasnya memediasi. Kalau tidak sepakat kita sarankan melanjutkan ke pengadilan hubungan industrial,” jelasnya. (cem)