Oleh: Amilan Hatta
(Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI))
Sir Ken Robinson, PhD dalam bukunya “Creative Schools: The Grassroots Revolution That’s Transforming Education”, menekankan perlunya pemikiran-ulang yang radikal terhadap sistem pendidikan saat ini. Robinson mengusulkan pergeseran dari model pendidikan yang industrial dan terstandarisasi menuju pendekatan yang lebih personal dan kreatif, yang menghargai bakat individu dan menumbuhkan kecintaan pada kegiatan belajar.
Selanjutnya mengutip critical review Hamid Basyaib terkait buku ini bahwa setidaknya ada 10 pelajaran utama yang dapat diambil dalam buku tersebut, yaitu:
- Pendidikan Harus Dipersonalisasi
Setiap anak memiliki bakat, minat, dan gaya belajar yang unik. Sekolah sebaiknya menciptakan lingkungan belajar yang dipersonalisasi untuk mengakomodasi perbedaan ini, membantu siswa mencapai potensi penuh mereka.
- Kreativitas Sama Pentingnya dengan Literasi
Kreativitas seharusnya menjadi inti pendidikan. Robinson berargumen bahwa menumbuhkan kreativitas penting bagi siswa agar mampu beradaptasi dengan dunia yang selalu berubah. Sayangnya sekolah tradisional sering menekan kreativitas ini demi menjalankan kurikulum yang kaku.
- Tes Standar Bukanlah Solusi
Penekanan berlebihan pada tes standar menekan kreativitas dan membatasi pembelajaran yang sesungguhnya. Pendidikan seharusnya berfokus pada pengembangan pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan kreativitas, daripada hanya mengajarkan untuk lulus ujian.
- Guru adalah Kunci Transformasi Pendidikan
Guru berperan penting dalam membentuk pengalaman belajar. Robinson menekankan pentingnya memberdayakan guru untuk berinovasi di kelas, memberi mereka kebebasan untuk merancang pengalaman belajar yang menarik dan bermakna.
- Pembelajaran Harus Menarik dan Relevan
Pendidikan harus terhubung dengan dunia nyata dan merangsang rasa ingin tahu alami siswa. Ketika pembelajaran relevan dengan kehidupan siswa, mereka lebih termotivasi dan antusias terhadap apa yang mereka pelajari.
- Sekolah Harus Fokus pada Perkembangan Keseluruhan
Pendidikan yang baik mendukung perkembangan intelektual, sosial, emosional, dan fisik. Sekolah harus fokus tidak hanya pada pencapaian akademik tetapi juga membantu siswa menjadi individu yang seimbang.
- Kolaborasi Lebih Penting daripada Kompetisi
Dalam dunia yang saling terhubung, kolaborasi adalah kunci kesuksesan. Robinson mendukung pergeseran dari sistem yang kompetitif dan berbasis tes menuju lingkungan belajar kolaboratif di mana siswa bekerja sama untuk memecahkan masalah.
- Keragaman Kecerdasan Harus Dirayakan
Orang belajar dengan cara yang berbeda, dan ada banyak jenis kecerdasan (linguistik, matematis, musikal, interpersonal, dll.). Sekolah harus mengakui dan merayakan keragaman ini, menawarkan berbagai cara bagi siswa untuk meraih sukses.
- Pendidikan Harus Mempersiapkan Siswa untuk Hidup, Bukan Hanya untuk Bekerja
Sekolah sering terlalu fokus pada persiapan karier tertentu daripada mengajarkan siswa bagaimana menjalani hidup yang bermakna. Pendidikan harus membekali siswa dengan keterampilan dan pola pikir untuk berkembang dalam dunia yang terus berubah.
- Diperlukan Revolusi dari Akar Rumput
Reformasi pendidikan yang sesungguhnya tidak akan datang dari atas ke bawah, tetapi dari upaya akar rumput. Orangtua, guru, dan komunitas harus bekerja sama menciptakan sekolah yang responsif terhadap kebutuhan siswa dan yang menumbuhkan kreativitas, rasa ingin tahu, serta semangat belajar sepanjang hayat.
Bagi penulis menarik mencermati isi buku ini karena relevan dengan apa yang menjadi ide pemikiran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) saat ini.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menegaskan pentingnya pendekatan deep learning dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dalam sebuah seminar bertajuk “Implementasi Deep Learning dalam Rangka Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua,” Menteri Mu’ti menyampaikan pemikiran dan arah kebijakan terkait konsep deep learning, yang telah mendapat respon luas dari masyarakat dan akademisi.
Dalam pidatonya, Menteri Mu’ti menjelaskan bahwa deep learning merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pemahaman mendalam dan pengaplikasian konsep secara lebih baik. “Deep learning bukan sekedar menghafal atau mengerjakan soal-soal ujian, tetapi bagaimana siswa memahami konsep secara menyeluruh, mengaitkannya dengan disiplin ilmu dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata,” ujar Menteri Mu’ti di Auditorium Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) pada Senin (17/2).
Dalam implementasinya, deep learning akan diterapkan dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan menyenangkan. Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mengeksplorasi konsep dan menghubungkan berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu kognitif hingga penerapannya dalam dunia nyata.
“Kami ingin pembelajaran yang tidak hanya mindful, meaningful, dan joyful, tetapi juga benar-benar membawa perubahan dalam kualitas pendidikan nasional,” ujarnya.
Pemerintah berharap bahwa dengan pendekatan deep learning, pendidikan di Indonesia dapat semakin maju, adaptif terhadap perkembangan zaman, dan mampu melahirkan generasi yang memiliki daya pikir kritis serta kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik.
“Deep learning mengutamakan proses berpikir tingkat tinggi, seperti problem solving, kolaborasi, dan menemukan makna. Pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan ini akan mendorong siswa untuk terus berpikir kritis, menggali pengetahuan, dan pada akhirnya dapat menghubungkan apa yang dipelajari dengan kehidupan nyata,” ujarnya.
Lebih jauh lagi, deep learning juga berhubungan dengan teori kognitif, yang menunjukkan bahwa proses belajar melibatkan perhatian (attention), pengolahan informasi yang mendalam (deep level processing), dan memori. Informasi yang dipelajari akan lebih mudah diingat jika diproses dengan cara yang lebih mendalam dan terkait dengan pengalaman sebelumnya. Proses ini sejalan dengan prinsip-prinsip dalam psikologi kognitif yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dalam penerapannya, deep learning memungkinkan para guru untuk lebih terlibat dalam memantau dan mengarahkan proses pembelajaran siswa dengan lebih efektif. Guru tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga mengajak siswa untuk memahami makna dan relevansi materi yang diajarkan. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih aktif, menyenangkan, dan yang terpenting, penuh makna bagi siswa.
Akhirnya bagi penulis, buku “Creative Schools” karya Sir Ken Robinson dan terobosan Deep learning oleh Kemendikdasmen memiliki kesamaan pandangan yang mengutamakan proses berpikir tingkat tinggi, problem solving, serta kolaborasi.
Selain itu kedua ide tersebut mendorong visi baru dalam pendidikan yang merayakan kreativitas, menghargai individualitas, dan mempersiapkan siswa menghadapi tantangan kompleks di masa depan. Menyerukan pergeseran dari model satu-ukuran-untuk-semua menuju sistem yang menghargai pembelajaran personal dan perkembangan holistik setiap siswa. (*)