spot_img
Senin, Maret 24, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMPOLITIKOPD Harus Bertanggung Jawab, Gubernur Iqbal Soroti Proyek IC Molor

OPD Harus Bertanggung Jawab, Gubernur Iqbal Soroti Proyek IC Molor

Mataram (Suara NTB) – Gubernur NTB, Dr. H.Lalu Muhamad Iqbal menyoroti beberapa proyek fisik NTB yang pengerjaannya molor. Proyek fisik yang pengerjaannya molor dari batas waktu yang ditetapkan, seperti proyek perbaikan Islamic Center (IC) dan pembangunan Rumah Sakit Mandalika.

Ia mengatakan, molornya proyek ini menjadi perhatian Pemprov NTB, khususnya pihaknya sebagai kepala daerah. Iqbal mengatakan, akan menjadikan proyek molor ini sebagai pertimbangannya dalam melakukan evaluasi  terhadap pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

‘’Itu akan masuk semua dalam pertimbangan saya di dalam membuat keputusan ke depan. Itu akan menjadi bahan perhatian kita,” ujarnya, Selasa 4 Maret 2025.

Ditegaskan, Gubernur akan memanggil Kepala OPD yang masih memiliki tanggungan program di tahun 2024. Mereka akan diminta untuk mempertanggungjawabkan penyelesaian program tersebut. “Setiap orang harus bertanggung jawab terhadap setiap tindakannya, itu intinya,” tegasnya.

Menurutnya, program-program bermasalah yang dianggarkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik menjadi perhatian utama Pemprov NTB. Namun, Iqbal mengaku belum bisa mengambil kebijakan sebab dirinya baru dua hari aktif bekerja. “Kita akan segera bahas itu (proyek molor, red). Itu pasti jadi atensi utama kita,” tambahnya.

Terpisah, Plh Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB, Lies Nurkomalasari mengatakan penyelesaian perbaikan proyek Islamic Center tinggal menunggu pemasangan lift yang dipesan dari Jerman.

Diperkirakan, lift akan sampai pada akhir Maret 2025 mendatang, dan akan segera dipasang. Proyek ini ditargetkan rampung pada akhir Maret 2024, dengan pemasangan lift sebagai tahap akhir.

“Yang belum terealisasi lift saja. Lift lagi dalam perjalanan ke Indonesia, 14 belas hari kemungkinan akhir bulan sudah terpasang. Kendalanya cuma lift saja,” ujarnya.

Sempat muncul usulan untuk memutus kontrak PPPK dengan kontraktor. Namun hal ini tidak bisa dilakukan mengingat pembayaran lift telah mencapai 90 persen. Selain itu, masih terdapat berbagai kajian yang harus diselesaikan sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.

Dari sisi realisasi keuangan dan fisik, ia menegaskan bahwa realisasi fisik harus lebih besar dibandingkan realisasi keuangan agar proyek berjalan sesuai standar. “Tidak bisa jika realisasi keuangan besar, tetapi fisiknya masih rendah. Itu tidak sesuai,” ungkapnya.

Terkait anggapan adanya potensi kerugian negara akibat keterlambatan ini, Lies membantah hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa keterlambatan hanya disebabkan oleh pengadaan lift yang harus dipesan dari luar negeri, bukan karena masalah finansial atau kesalahan pengelolaan anggaran.

“Potensi kerugian negara tidak ada. Lift ini memang harus dipesan dari luar negeri karena tidak tersedia di Indonesia. Itu saja kendalanya,”  pungkasnya. (era)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO