Mataram (Suara NTB) – Kasus dugaan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun 2022-2023 di SMAN 1 Woha, Kabupaten Bima, dengan terdakwa mantan Kepala SMAN 1 Woha, Hairul Juhdy (HJ), memasuki sidang pertama di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat, 21 Maret 2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bima, Siti Hawa menjelaskan, terdakwa HJ didakwa dengan Pasal 11 Jo Pasal 12 huruf f Jo Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman 20 tahun penjara.
“Atas tuntutan tersebut, terdakwa melalui penasihat hukum tidak ada mengajukan keberatan,” ujarnya, sesaat setelah sidang selesai dilaksanakan.
Dirinya menuturkan bahwa saat ini HJ menjalani penahanan di Lapas Kuripan, Lombok Barat.
Diketahui, SMAN 1 Woha mengelola dana BOS lebih dari Rp 2 miliar pada tahun 2022, yang terbagi dalam tiga tahap yaitu, Rp 611.874.000 pada tahap pertama, Rp 810.324.000 pada tahap kedua, dan Rp 611.874.000 pada tahap ketiga.
Sementara itu, pada tahun 2023, sekolah tersebut juga menerima dana BOS dengan total melebihi Rp 2 miliar. Pembagiannya meliputi Rp 983.340.000 untuk tahap pertama, jumlah yang sama untuk tahap kedua, dan tahap ketiga dengan nilai yang hampir setara.
Setelah adanya dugaan penyelewengan dalam pengelolaan dana tersebut, Kejari Bima melakukan penyelidikan dan menetapkan HJ sebagai tersangka.
HJ ditahan oleh penyidik Kejari Bima pada tanggal 9 Desember 2024, setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Saat itu dirinya menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Raba Bima.
Pada 7 Maret 2025, penyidik Kejari Bima menyerahkan HJ beserta barang bukti kepada JPU untuk proses hukum lebih lanjut.
Atas penyelewengan yang dilakukan, HJ telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp214.250.000. (mit)