Jakarta (Suara NTB) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tidak dibahas dalam pertemuan antara lembaga antirasuah dengan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi pada Senin pagi.
“Tidak spesifik membahas perkara yang sedang ditangani oleh KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.
Adapun kasus dugaan korupsi tersebut terkait proyek pengadaan iklan pada Bank BJB periode 2021—2023, dan turut menyeret mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil usai rumahnya digeledah pada 10 Maret 2025 oleh penyidik KPK.
Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa pertemuan antara pejabat KPK dengan Dedi Mulyadi secara khusus hanya membahas perencanaan dan penganggaran di Pemerintah Provinsi Jabar.
“Nantinya KPK juga akan melakukan rapat koordinasi kepada seluruh kepala daerah di lingkungan Jawa Barat untuk kembali memetakan karena tentunya setiap wilayah punya kekhususannya, atau permasalahannya,” ujarnya.
Sementara itu, dia menyatakan bahwa KPK mendukung upaya perencanaan penganggaran yang efisien, transparan, akuntabel, dan berpedoman pada prinsip-prinsip maupun ketentuan pengelolaan keuangan daerah.
“Dengan demikian, upaya-upaya tersebut tidak hanya untuk memitigasi ataupun mencegah potensi terjadinya korupsi, tetapi juga memastikan agar setiap rupiah anggaran negara ataupun anggaran daerah bisa betul-betul bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Namun, kata dia, upaya pencegahan korupsi yang dilakukan pemerintah daerah tetap membutuhkan komitmen dari anggota dewan di DPRD.
Sebelumnya, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengunjungi KPK pada Senin pagi. Usai pertemuan, Dedi mengatakan bahwa dirinya membahas upaya realokasi anggaran Pemprov Jabar.
“Ada Rp5 triliun lebih realokasi anggaran. Realokasi itu mengubah belanja rutin pemerintah yang dianggap selama ini memboroskan anggaran pemerintah,” ujar Dedi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
Tergantung Penyidik
KPK menyatakan peluang memanggil mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum terkait penyidikan kasus dugaan korupsi iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021—2023, tergantung pada penyidik.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa saat ini penyidik masih mendalami setiap informasi dan keterangan dari para saksi yang sudah dipanggil.
“Dari keterangan-keterangan tersebut, tentu penyidik nantinya akan menganalisis pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab dalam dugaan perkara ini,” ujar Budi di Jakarta, Kamis.
Dalam perkara dugaan korupsi Bank BJB, penyidik KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB Widi Hartoto.
Selain itu, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik, dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma.
Lima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dengan persangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik KPK memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi di Bank BJB tersebut sekitar Rp222 miliar. (ant)