Tanjung (Suara NTB) – Optimalisasi pengendalian sampah mulai diwacanakan oleh Pemda Kabupaten Lombok Utara (KLU) melalui sistem kemitraan yang lebih bonafid. Sistem dimaksud adalah melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) melalui mekanisme tender terbuka.
“Kalau memang dengan adanya KPBU di TPST bisa menyelesaikan sampah secara tuntas, saya kira pilihan itu adalah pilihan yang sangat baik. Karena kita ingin masalah sampah ini tuntas, jangan sampai jadi pekerjaan yang hanya menimbulkan permasalahan baru,” ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KLU, Drs. Rusdianto, di ruang kerjanya, Selasa, 20 Mei 2025.
Menurut dia, penanganan yang dilakukan Dinas di hilir dengan adanya TPST Gili Trawangan, sudah cukup optimal. Dengan sumber daya yang ada saat ini, dimana terdapat mesin, peralatan dan tenaga di TPST, penguraian sampah harian sudah menyisakan sisa 2-4 ton dari volume produksi harian. Namun persoalan yang masih dihadapi adalah, sampah yang terlanjur menumpuk dari sejak KLU berdiri, sampai saat ini belum tertanggulangi.
Ia menyebutkan, 3 Gili sebagai destinasi wisata internasional harus bebas sampah. Sedapat mungkin proses pengendalian harian ke depannya tidak menyisakan sisa sampah dengan volume intoleran. Untuk itulah, pihaknya akan sangat mendukung jika pemegang kebijakan daerah mengarahkan pengendalian secara KPBU.
“Sisa sampah harian kalau terus menerus ditumpuk tiap hari, tentu jadi masalah dan sangat mengganggu bagi wisatawan dan masyarakat di 3 Gili,” ujarnya.
Ia mengakui, kendati pengelolaan terlihat meningkat, tetapi persoalan mendasar belum tuntas, baik pada sampah plastik maupun kemampuan mengubah sampah organik menjadi kompos.
Terpisah, Kepala UPT BLUD Persampahan, Faturrahman Wiratmo, MM., di ruang kerjanya tak membantah adanya wacana KPBU pengelolaan sampah 3 Gili. Hanya saja, untuk memulai pola kerjasama tersebut sangat bergantung pada instruksi pimpinan khususnya Bupati dan Wakil Bupati.
“Pak Wabup sempat menyinggung agar pengelolaan sampah melalui KPBU. Tentu untuk memulai sangat tergantung perintah,” ungkapnya.
Menurut dia, wacana KPBU akan didasari oleh obstruksi untuk memulai dengan melakukan telaah staf. Dilanjutkan dengan Konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri agar Dinas LH tidak keliru dalam mengambil langkah. “KPBU adalah barang baru, perlu adanya konsultasi agar tidak salah,” ujarnya.
Menurut Wiratmo, KPBU merupakan langkah maju jika benar-benar dilakukan oleh Pemda. Skema ini tidak hanya menjamin kebersihan obyek wisata dari problem penumpukan sampah, tetapi juga menjamin kejelasan PAD yang diperoleh Pemda dari sarana dan prasarana yang dimiliki di TPST.
Saat ini di TPST Gili Trawangan, sebut dia, terdapat aset berupa tanah, bangunan, peralatan dan sumber daya berupa tenaga sejumlah 23 orang. Seluruh aset tersebut tentu akan dihitung oleh Tim Appraisal sebagai aset, sehingga menjadi dasar pertimbangan Tim KPBU dalam menentukan persentase PAD yang didapat oleh Pemda.
Proses KPBU juga tentu dikelola secara transparan melalui tender terbuka. Perusahaan bonafit dari berbagai daerah bisa mendaftar sebagai peserta, karena setiap peserta tender sudah mengetahui tanggung jawab yang dibebankan oleh daerah.
Untuk menjamin pengelolaan dilakukan oleh perusahaan profesional, kata Wirat, tentunya proses seleksi harus dilakukan secara ketat. Evaluasi peserta lelang dilakukan mulai dari latar belakang perusahaan, sumber daya (sarpras) yang dimiliki, hingga manajemen lapangan yang handal. Syukur-syukur, perusahaan yang kelak ditunjuk adalah perusahaan yang sudah memiliki pengalaman mengelola sampah di wilayah pulau-pulau kecil (Gili). (ari)