Giri Menang (Suara NTB) – Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2025-2045 Lombok Barat (Lobar) harus mampu mengakomodir semua aspek pembangunan. Terutama mempertahankan pertanian berkelanjutan. Konflik tata ruang dan kepentingan pun rawan terjadi, sehingga RTRW ini harus disusun agar mampu mengantisipasi atau meminimalisir ini 20 tahun ke depan.
Pada Pandangan Umum Fraksi DPRD Lobar, diungkap beberapa pertanyaan terkait langkah Pemkab Loba dalam menjamin keberlanjutan pertanian di tengah maraknya pembangunan terutama perumahan di sejumlah wilayah Lobar.
Melalui Juru Bicara Gabungan Fraksi H. Abdul Majid, disampaikan Raperda ini perlu mengakomodir kompensasi kepada para petani yang masuk Lahan Sawah Dilindungi atau LSD. “Apa kompensasi yang akan diberikan pemerintah daerah terhadap lahan yang terkena LSD?” tanyanya.
DPRD mendorong dalam RTRW ini perlu diajukan sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan Lobar yang berkelanjutan, dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdayaguna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan. Dalam hal ini, Pemkab didorong dalam penyusunan Raperda RTRW agar penataan ruang ini memberikan perhatian yang besar pada perlindungan kawasan lindung, daerah resapan air, kawasan pesisir, dan hutan adat.
Selain itu, ke depannya penataan ruang yaitu alih fungsi lahan tidak merugikan masyarakat dan lingkungan, khususnya di wilayah yang rawan bencana seperti daerah perbukitan, pesisir dan daerah resapan air.
DPRD juga mendorong perlunya memperhatikan jalur-jalur sepanjang kawasan misalnya RTH, kawasan ekonomi, pengembang agar memperhatikan sarana pendukung termasuk dranaise, dan fasilitas umum di masing-masing kawasan tersebut, sehingga jangan hanya fokus di titik kawasan saja, sementara sepanjang jalur menuju kawasan terlupakan. Diharapkan kepada pemerintah daerah agar menertibkan jalur-jalur sepanjang jalan khususnya di Gunungsari agar betul-betul sesuai dengan syarat IMB.
“Selain itu, Pemkab perlu mengantisipasi potensi konflik pemanfaatan ruang. Harus ada mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap bangunan yang menyalahi tata ruang setelah Perda ini ditetapkan,” ujarnya.
DPRD juga mendorong agar dalam proses penyusunan Raperda RTRW ini perlu adanya partisipasi publik dalam proses penyusunan RTRW. Harus ada sinergitas antara Pemerintah Kota Mataram, DPRD, akademisi, profesional, swasta, LSM, dan masyarakat.
“Sehingga publik memiliki hak untuk memberikan masukan ataupun keberatan terhadap penyusunan dan perubahan RTRW jika peraturan tersebut tidak sesuai dengan potensi daerah nilai-nilai sosial budaya, lingkungan, atau hal-hal lainnya. Sehingga masyarakat tidak ada yang dirugikan, dan nilai-nilai serta potensi lokal akan berkembang,” tambahnya.
Menjawab itu Pemkab dalam hal ini Wabup Hj. Nurul Adha dalam jawaban tertulisnya menyampaikan berkaitan dengan langkah Pemkab Lobar dalam perlindungan terhadap kawasan pertanian berkelanjutan dan hutan lindung.
Dalam Raperda RTRW ini sudah mengatur tentang Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) seluas 13.125 hektare, terdiri dari LP2B 12.331 hektare dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) seluas 793 hektare. Dengan beberapa arahan, yakni pelaksanaan inventarisasi kepemilikan tanah di atas KP2B. Perlindungan lahan pertanian dari konversi menjadi lahan non pertanian.
Penerapan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan KP2B. Penggunaan sistem irigasi yang efisien dan memastikan keberlanjutan sumber daya air. Penanaman berbagai jenis tanaman untuk menjaga kesuburan tanah dan mengurangi risiko gagal panen.
Selanjutnya, pelibatan kelompok tani dalam pengelolaan kawasan serta pemberian pelatihan dan akses terhadap teknologi modern. Dan penerapan praktik konservasi tanah dan air guna mencegah degradasi tanah serta mengelola sumber daya air dengan bijak. Terkait kompensasi terhadap tanah yang menjadi LSD dalam Raperda ini mekanisme kompensasi diatur dalam ketentuan insentif dan disinsentif.
Insentif kepada masyarakat dan badan diberikan dalam bentuk keringanan pajak dan/atau retribusi, pemberian kompensasi, imbalan, sewa ruang, urun saham, penyediaan infrastruktur, kemudahan prosedur perizinan dan penghargaan.
Disinsentif dari pemerintah daerah kepada masyarakat atau badan usaha dikenakan dalam bentuk pengenaan pajak dan retribusi yang tinggi, pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, pemberian penalti atau persyaratan khusus.
Dalam hal pengawasan dan penegakan hukum terhadap bangunan yang menyalahi tata ruang setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan, akan dilakukan melalui mekanisme yakni penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang, pengenaan sanksi administrasi, penyidikan dan ketentuan pidana.
Arahan sanksi dalam Raperda RTRW ini merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian sanksi administratif, sanksi pidana atau sanksi perdata kepada orang atau badan atas pelanggaran atau penyimpangan dalam penyelenggaraan pemanfaatan ruang.
Mengenai harapan agar Raperda RTRW dapat mewujudkan pembangunan Kabupaten Lobar yang berkelanjutan, dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan, akan menjadi perhatian dan catatan bagi Pemkab. (her)